Friday, August 12, 2011

Golkar Inginkan Pemekaran Kabupaten Sidoarjo


SIDOARJO (kabarsidoarjo.com)- Semakin padatnya jumlah penduduk di kabupaten Sidoarjo yang hampir menyentuh angka 1,6 juta jiwa, memunculkan wacana untuk perlunya ada pemekaran kabupaten menjadi dua wilayah.

Salah satunya yang dilontarkan ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sidoarjo Warih Andono.

“Jika dilihat semakin meningkatnya jumlah penduduk di kabupaten ini, sudah pantas jika dilakukan pemekaran,” terang ketua DPD partai Golkar Sidoarjo Warih Andono.

Pembagian wilayah untuk wacana pemekaran ini lanjut Warih, bisa dibagi sesuai dengan kondisi perekonomian dan jumlah kepadatan penduduknya.

Salah satu alternatifnya, satu wilayah dengan kewenangan lima belas kecamatan tetap berada pada pemerintah kabupaten, dan satu wilayah dengan kewenangan tiga kecamatan masuk dalam pemerintah kota Sidoarjo.

“Tiga kecamatan yang dimaksud adalah kecamatan Waru, kecamatan Taman dan kecamatan Krian,” tutur politisi yang juga anggota komisi A DPRD Sidoarjo ini.

Selain semakin padatnya jumlah penduduk di Sidoarjo, yang juga menjadi pertimbangan perlunya pemekaran wilayah ini ungkap Warih, adalah upaya untuk memaksimalkan layanan kepada masyarakat Sidoarjo.

Semakin sedikit jumlah masyarakat yang dilayani, maka semakin maksimal upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan.

“Saat ini kebutuhan pelayanan masyarakat sudah semakin padat. Olehnya dengan pemekaran wilayah kabupaten ini, diharapkan layanan pemerintah semakin maksimal,” ulas Warih lagi.

Dari data yang ada, Kabupaten Sidoarjo memiliki tiga Kecamatan dengan jumlah penduduk paling padat.

Yakni kecamatan Taman dengan jumlah penduduk lebih dari 150 ribu jiwa, kecamatan Waru dengan jumlah penduduk hampir mencapai 200 ribu, serta kecamatan Sidoarjo dengan jumlah penduduk hampir 201 ribu per Desember tahun 2010

Sementara itu mengomentari wacana pemekaran kabupaten ini, ketua DPC Angkatan Muda Demokrat Indonesia (AMDI) Sidoarjo Deddy Ajiwijaya SE, MM menegaskan, saat ini belum waktunya diterapkan di Sidoarjo.

Pasalnya, jika pemekaran itu dipaksakan tanpa dilakukan kajian terlebih dahulu, maka dikawatirkan masyarakat akan dijadikan korban.

“Kita kawatir jika lembaga baru yang menangani pengelolahan pendapatan tidak cakap, maka masyarakat akan menjadi korban, dari beban retribusi pemerintahan kota baru nanti,” terang Deddy.

Dirinya juga menegaskan, bahwa biaya politik yang akan dikeluarkan sangat tinggi jika wacana pemekaran itu benar akan dilakukan.

Salah satunya yang terjadi, pada anggaran biaya membangun infrastruktur pemerintahan kota Sidoarjo yang baru.

“Dan biaya infrastruktur ini juga bisa menjadi beban anggaran yang dirasakan masyarakat” ulasnya lagi.

Pria ramah ini juga mengingatkan, bahwa yang perlu diprioritaskan saat ini bukanlah masalah pemekaran kabupaten melainkan peningkatan layanan masyarakat.

Salah satu langkahnya, adalah dengan memberikan kewenangan lebih kepada desa dan kecamatan untuk mengelolah wilayahnya.

“Namun tetap harus di back up dengan anggaran dan dengan pendampingan, agar kewenangan mengelola wilayah ini memiliki manfaat langsung kepada masyarakat,” tutup Deddy.(Abidin)


Sumber :

http://kabarsidoarjo.com/?p=1316

20 Mei 2011

Sumber Gambar:

http://perijinan.sidoarjokab.go.id/main-content.php?load=selayang-sda.htm






Pemekaran Provinsi Riau Pesisir


KabarIndonesia - Wacana pembentukan provinsi Riau Pesisir, yang sudah didengungkan 10 tahun silam, kini terus menguat. Pemerintah sudah memberikan lampu kuning terhadap wacana tersebut. Pernyataan Mendagri RI, yang menyatakan pemekaran provinsi akan mempercepat kesejahteraan rakyat, semakin menyemangati para tokoh untuk mewujudkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir.

Gerakan kelompok, yang menginginkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir, juga kian menguat. Hal itu terungkap pada rapat yang dihadiri puluhan tokoh, yang tergabung dalam Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir (KP2RP) di Pekanbaru, Riau, pekan lalu.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari daerah yang berada di pesisir Riau, antara lain Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, Siak, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.

“Alasan pembentukan Provinsi Riau Pesisir adalah karena kawasan pesisir selama ini masih terpinggirkan dan masih terjadi ketimpangan politik serta ekonomi,” kata Ketua Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir Ahmad Joni Marzainur SH.

Tujuan pembentukan Riau Pesisir, disebut banyak pihak hanya karena ingin meningkatkan tarap hidup rakyat Riau pesisir, yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak hasil bumi dari Riau Pesisir yang di dulang, tapi rakyat di kawasan Riau Pesisir hanya menjadi penonton, mereka tak bisa menikmati hasil bumi yang dikeruk dari bumi Riau Pesisir.

"Tujuan kami hanya ingin meningkatkan taraf hidup rakyat pesisir. Selama ini, masyarakat di kawasan itu sangat dikucilkan. Banyak hasil bumi hanya dinikmati provinsi Riau dan Pusat saja," kata Ahmad Joni.

Wacana pembentukan provinsi mendapat dukungan DPRD Riau. Prinsipnya, DPRD Riau tak menolak pemekaran provinsi, karena pemekaran provinsi akan memberikan nilai positif bagi rakyat di kawasan tersebut. Lantas bagaimana sikap Gubernur Riau terhadap wacana ini? Meski pernyataannya tidak begitu ikhlas, namun Gubernur Riau Rusli Zainal menyatakan tak mempersoalkan pemekaran provinsi Riau Pesisir.

Gubernur hanya minta kepada inisator, agar segala sesuatunya disiapkan secara sistimatis. Tidak boleh gegabah dan emosional. Wacana pembentukan Provinsi Riau Pesisir ini, terdiri dari lima Kabupaten/Kota yakni Siak, Dumai, Bengkalis, Rokan Hilir (Bagan) dan Kabupaten Meranti. Adapun yang menjadi ibukota Provinsi nantinya adalah Duri atau Dumai. Alasan Dumai ditunjuk sebagai ibukota, karena daerah ini memang sudah siap dari segi infrastruktur.

Kemudian Dumia juga menjadi ladang dollar bagi Provinsi Riau Pesisir. Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah merilis desain besar penataan daerah tahun 2010-2025. Desain ini dibuat sebagai acuan pemekaran daerah. Dalam desain disebutkan, dari 33 provinsi hanya delapan provinsi saja yang layak dimekarkan. Salah satunya Provinsi Riau.

Peluang inilah yang ditangkap oleh rakyat Riau Pesisir, kemudian mereka membentuk tim dan kelompok yang melibatkan para kepala daerah di kabupaten Riau Pesisir. Mengintip isi buku desain besar (grand design) yang disusun sejumlah pakar, antara lain Prof DR Sadu Wasistomo, Prof DR Pratikno, Prof DR Muchlis Hamdi, Prof DR Syafrizal, dan sejumlah profesor ahli pemerintahan daerah lainnya, termasuk Mayjen TNI (Purn) Dadi Susanto, memang jelas tersirat bahwa Riau Pesisir memiliki peluang sangat besar untuk dimekarkan menjadi provinsi.

Pertimbangannya? Karena kapasitas fiskal. Dari isi buku itu, ternyata memang ada 11 provinsi yang dinyatakan layak dimekarkan, yakni NAD, Riau, Jambi, DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Bali, dan Maluku Utara.

Kapasitas fiskal merupakan penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima daerah. Kemampuan fiskal ini menyangkut kemampuan keuangan provinsi membiayai tugas pokok pemerintahan dan kegiatan pembangunan daerah di luar kebutuhan untuk gaji aparatur daerah. Desain besar penataan daerah tahun 2010-2025, yang akan menjadi acuan pemekaran daerah itu, memberikan prioritas pemekaran provinsi yang memiliki dua karakteristik.

Pertama, provinsi yang punya wilayah perbatasan dengan negara tetangga. Kedua, provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota di atas 30. Kalau melihat dari acuan ini, maka Riau Pesisir sudah memenuhi kriteria. Karena, Riau Pesisir berhadapan langsung dengan Malaysia.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan menyebutkan, provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota lebih dari 30 biasanya memiliki problem rentang kendali pemerintahan. ”Rentang kendalinya tergolong besar jika lebih dari 30 kabupaten/kota,” terang Djohermansyah akhir pekan lalu.

Kalau dilihat dari 33 provinsi yang ada saat ini, maka Sumut merupakan satu-satunya provinsi di Pulau Sumatera yang jumlah kabupaten/kotanya lebih dari 30, yakni 33 kabupaten/kota. Sedangkan untuk provinsi yang ada di Pulau Jawa, dengan jumlah kabupaten/kotanya di atas 30, hanya ada dua provinsi, yakni Jawa Tengah dengan 35 kabupaten/kota dan Jawa Timur dengan 38 kabupaten/kota.

Sedang untuk Kalimantan, Sulawesi dan wilayah timur Indonesia, tak satu pun provinsi yang punya kabupaten/kota lebih dari 30. Menyimak potensi sumber daya alam (SDA) yang ada di Riau Pesisir, cukup beralasan jika masyarakat di kawasan itu ingin memisahkan diri dari Provinsi Riau. Selain karena kurang mendapat perhatian, rakyat di kawasan ini ingin mengolah SDA nya sendiri untuk kepentingan rakyat Riau Pesisir.

Kalau provinsi Riau pesisir terbentuk, maka provinsi ini memiliki PAD yang cukup besar. Lihat saja potensi di masing-masing Kabupaten/kota di kawasan itu seperti berikut: Kabupaten Rokan Hilir : Kabupaten Rokan Hilir memiliki potensi pada sektor pertanian, seperti Kacang Kedelai dan Jagung.

Sementara produksi lainnya adalah Ubi Kayu, Kacang Tanah, Sayur-sayuran dan Buah-buahan. Pada 2006 jumlah lahan panen adalah 132.011,47 hektar. Padi merupakan produksi pangan unggulan dibanding dengan produk pangan lainnya dengan jumlah lahan panen 36.895 hektar, terdiri dari 6,621 hektar padi sawah dan 274 hektar padi ladang.

Potensi utama tanaman perkebunan kabupaten ini adalah Kelapa Sawit dan kemudian diikuti oleh Karet dan Kelapa. Komoditas lainnya adalah Kopi dan Coklat. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau, luas perkebunannya adalah sebagai berikut. Karet 37.881 hektar, kelapa 5.944 hektar, kelapa sawit 148.758 hektar, kopi 1.054 hektar dan pinang 130 hektar.

Kapasitas produksinya adalah karet 17.771 ton, kelapa 3.109,80 ton, kelapa sawit dengan jumlah 441.804,36 ton, kopi 474 ton, dan pinang 38 ton. Ada beberapa potensi kehutanan di Kabupaten Rokan Hilir. Total luas lahan di daerah ini 208.159 hektar yang terdiri dari Hutan Lindung 10.994 hektar, hutan produksi tetap 118.242.58 hektar.

Komoditas dari sektor kehutanan di Kabupaten ini terdiri dari beberapa produksi kayu seperti 3.729,0506 m³, kayu bulat 12.343,53 m³, dan kayu lapis 45.808,1225 m³. Produksi perikanan di Kabupaten Rokan Hilir mencapai 55.005,6 ton; terdiri dari perikanan laut dengan jumlah 52.038,8 ton, ikan perairan umum berjumlah 2.947,8 ton dan ikan kolam keramba berjumlah 19 ton. Dari hasil tangkap ini, udang merupakan unggulan dengan harga jual cukup tinggi yaitu Rp. 45.000/kg.

Populasi peternakan di Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari Sapi dengan jumlah 7.794 ekor, kerbau 1.149 ekor, kambing 38.787 ekor dan babi 8.808 ekor, ayam kampung 517.554 ekor, itik 85.186 ekor.

Sektor industri adalah industri perkapalan. Obyek Wisata di daerah ini yang paling dikenal adalah perayaan Cap Go Meh, Ong Ya dan Go Cek Cap Lak (Upacara Pembakaran Tongkang), Bono, Pulau Jemur, Pulau Tilan, Danau Napangga dan Perayaan Pembakaran Tongkang.

Kabupaten Siak

Lahan tersebut ditanami dengan berbagai jenis tanaman pangan seperti padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, kacang kedelai, dan kacang hijau. Komoditi subsektor perkebunan terdiri dari karet, kelapa sawit, kelapa, sagu, dan kopi.

Sebagian besar daerah Kabupaten Siak merupakan kawasan hutan yang diberi nama Kawasan Hutan Produksi, Hutan Suaka Alam, Hutan Bakau, dan Hutan Marga Satwa. Pemanfaatan hutan adalah dalam wujud eksploitasi hutan, produksi dari hasil hutan yang merupakan kayu bulat, kayu bulat kecil (bahan baku untuk chip), dan produksi khusus seperti kayu lapis, moulding, papan, kayu gergajian, kayu bakau dan produksi arang. Kabupaten Siak dikenal sebagai daerah penghasil minyak bumi di Provinsi Riau.

Tambang minyak bumi ini berada di Kecamatan Siak, Sungai Apit dan Minas yang dikelola oleh PT. Chevron dan PT. Kondur Petroleum SA. Sebagai tambahan bagi Minyak Bumi, potensi lain adalah lahan gambut di Kecamatan Siak, Perawang dan Sungai Apit. Industri berskala besar dan kecil tersebar di sekitar Kabupaten Siak. Sebagian besar industri bertempat di sepanjang Sungai Siak berjenis pengolahan kayu seperti kertas dan industri kayu lapis dan pengembangan Kawasan Industri Buton.

Potensi Wisata Sejarah: Istana Kerajaan, Komplek Makan Kerajaan, aula pertemuan dua tingkat, barang peninggalan Kapal Pesiar Kerajaan, Mesjid Kerajaan dan Pusara Sultan Syarif Qasim, Benteng dan Barak Militer Belanda, rumah tradisional Melayu, seni tradisional, seperti musik dan tarian, pakaian/ tenunan Siak, Desa Wisata di Sungai Mempura, Danau alami di Zamrud (Danau Pulau Besar) dengan ukuran 28 hektar, di Kecamatan Sungai Apit (Danau Naga), wisata Agro.

Lahan perkebunan Sawit yang lebat tersebar diseluruh daerah dan Suaka alam “Giam Siak Kecil” sepanjang Sungai Mandau. Kabupaten Bengkalis : Kabupaten Bengkalis merupakan penghasil minyak bumi terbesar, tidak hanya di Provinsi Riau, tapi juga di Indonesia. Saat ini ladang-ladang minyak bumi terdapat di Kecamatan Mandau, Bukit Batu, dan Merbau.

Pengelolaannya dilakukan PT Chevron Pacific Indonesia dengan wilayah operasi di Kecamatan Mandau dan Bukit Batu serta perusahaan Kondur Petroleum SA yang wilayah konsensi/operasionalnya meliputi Kecamatan Merbau, Tebing Tinggi, Rangsang, Bengkalis, dan perairan Bengkalis di sekitar Selat Malaka. Selain minyak bumi, terdapat pula potensi tambang pasir, yang sebagian besar terdapat di Pulau Rupat dan Rangsang serta potensi gambut yang terdapat di Pulau Bengkalis, Tebing Tinggi dan Rangsang serta deposit batubara di Kecamatan Rupat.

Komoditi utama Kabupaten Bengkalis pada sektor perkebunan adalah Kelapa, Karet dan Kelapa Sawit. Disamping itu pula berbagai jenis tanaman seperti Kopi, Coklat, dan Pinang. Di Kabupaten Bengkalis terdapat 285.936,70 hektar Hutan Negara yang tersebar pada 13 wilayah kecamatan. Hutan di kabupaten Bengkalis meliputi flora dan fauna, sementara Hutan Bakau banyak ditemui di sepanjang pesisir pantai, dan hasil hutan lainnya banyak digunakan untuk bahan baku industri.

Adapun beberapa objek wisata yang dapat dikembangkan antara lain: Selat Baru dan Pantai Perapat Tunggal di Pulau Bengkalis, Pantai Pasir Panjang di Pulau Rupat, Hutan Lindung dan Pusat Pelatihan Gajah di Kecamatan Mandau (Kota Duri), Sejarah/ Wisata Budaya seperti; Peninggalan Datuk Laksamana Raja di Laut, Istana dan Meriam, Sumpitan Tulang dan Tupai Beradu dan aksesoris perang lainnya di Desa Bukit Batu, Legenda “Dedap Durhaka” di Selat Bengkalis, Kecamatan Mandau, dan Tari Zapin di Rupat Utara.

Kabupaten Kepulauan Meranti

Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki potensi sumber daya alam, baik sektor migas maupun non migas.

Disektor migas berupa minyak bumi dan gas alam yang terdaapt di kawasan Pulau Padang. Dikawasan ini telah beroperasi PT Kondur Petroleum SA di daerah Kurau Desa Lukit (Kecamatan Merbau) yang mampu berproduksi 8.500 barel/hari. Di sektor non migas, Meranti memiliki potensi beberapa jenis perkebunan seperti sagu dengan produksi 440.309 ton/tahun (2006), kelapa 50.594,4 ton/tahun, karet 17.470 ton/tahun, pinang 1.702,4 ton/tahun, kopi 1.685,25 ton/tahun.

Hingga kini potensi perkebunan hanya diperdagangkan dalam bentuk bahan baku keluar daerah Riau dan belum dimaksimalkan menjadi industri hilir sehingga belum membawa nilai tambah yang berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Sementara di sektor kelautan dan perikanan dengan hasil tangkapan 2.206,8 ton/tahun.

Selain itu masih ada potensi dibidang kehutanan, industri pariwisata, potensi tambang dan energi.

Kota Dumai

Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS), kota ini memiliki 3595 hektar lahan tanaman pangan dan 624 hektar lahan sayur-sayuran, dan 21.933 hektar untuk perkebunan sawit, karet, kelapa dan kopi. Produksi ikan di Kota Dumai sebagian besar berasal dari perikanan laut dengan jumlah 1779,8 ton, sementara dari budidaya perikanan dapat menghasilkan 53,6 ton/tahun.


Di samping perusahaan minyak, Kota Dumai juga mempunyai industri dalam jumlah besar, industri yang ada saat ini terdiri dari 2.049 industri skala kecil, 392 industri skala menengah dan 146 industri skala besar. Di sektor perdagangan, Dumai memainkan peranan penting sebagai pintu gerbang aktifitas ekspor-impor di Provinsi Riau. Tercatat bahwa nilai ekspor dari Pelabuhan Dumai berjumlah USD. 884.239.454 juta dan nilai impor sebanyak USD 56.496.458 juta.

Angka tersebut menyatakan bahwa lebih dari separuh nilai ekspor-impor masuk melalui Pelabuhan Dumai. Pariwisata yang dikenal di daerah ini adalah: Makam Putri Tujuh dan Teluk Makmur.

Kabupaten Pelalawan

Di daerah ini ada 15.256 hektar lahan tanaman pangan dengan jumlah produksi sebanyak 45.058 ton. Jenis tanaman pangan adalah padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, kacang kedelai dan kacang hijau. Sayur-mayur dengan luas lahan panen 1.030 hektar. Sektor perikanan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pelalawan adalah tambak udang, kolam keramba, dan penangkapan ikan laut (laut dan sungai).


Produksi perikanan tahun 2006 terdiri dari perikanan laut 1.020,4 ton, perairan umum 1.737 ton, dan budidaya ikan tangkap 955 ton. Pertambangan di Kabupaten Pelalawan belum digali secara maksimal.

Bahan tambang tersebut antara lain Bentonit, Pasir Kwarsa, Kaolin (Gas Alam, Batubara, Air bawah tanah,dan Air Sungai Kampar). Potensi objek wisata yang dikenal: wisata alam dan budaya, Bono, kawasan wisata Pekan Tua, Hutan Konservasi Kerumutan, Kawasan Wisata Budaya Petalangan, peninggalan Kerajaan Pelalawan dan kuburan rajanya seperti Mahrum Setia Negara, Sultan Mahmud Syah disebut Mahrum Kampar, Bilal Muhammad Noeh, Syeikh Idrus, dan Datok Majo Sindo dan wisata budaya Badewo. (*)


Sumber :

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=26&jd=Pemekaran+Provinsi+Riau+Pesisir&dn=20110615104117

15 Juni 2011

Sumber Gambar:

http://warta-andalas.com/archives/367

Pemekaran Kabupaten Konawe Kepulauan Tunggu Amanat Presiden

Beritakendari.com-Sabtu (28/5/2011) Meski rencana pemekaran Kabupaten Konawe Kepulauan telah diusulkan oleh Komisi II DPR-RI dan DPD-RI ketingkat pemerintah pusat, namun pemekaran itu belum bisa direalisasikan menyusul adanya keputusan moratorium pemekaran daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Dengan begitu, tidak hanya Konawe Kepulauan saja yang terhambat untuk dimekarkan menjadi kabupaten atau daerah otonom, namun 5 daerah lainnya yang satu paket dengan Konawe Kepulauan mengalami hal serupa, yakni Kolaka Timur, Buton Tengah, Buton Selatan, Kota Raha dan Muna Barat.
Lihat Peta Lebih Besar

“Konawe Kepulauan (Wawonii) dan 5 daerah lainnya telah diusulkan untuk dimekarkan, namun karena ada kebijakan moratorium, usulan pemekaran ini belum bisa direalisasikan dan saat ini tinggal menunggu Amanat Presiden (Ampres),”jelas Ketua Forum Percepatan Pemekaran Wilayah Sulawesi Tenggara, La Ode Djeni Hasmar, saat berdialog dengan ratusan mahasiswa Pulau Wawonii yang berunjukrasa di Swiss-bel Hotel, Sabtu (28/5).

Menurut Djeni Hasmar, upaya percepatan pemekaran Konawe Kepulauan (Wawonii) telah dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari Pemda Konawe, Pemrov dan DPRD Sultra, DPR-RI hingga DPD-RI, namun realisasi pemekaran tidak bisa serta merta diwujudkan pemerintah.

“saat ini, ada 17 dari 33 calon daerah pemekaran dinyatakan telah memenuhi syarat pembentukan daerah baru, sesuai ketentuan perundang – undangan, namun proses pemekaran belum bisa dilakukan karena adanya kebijakan moratorium itu,”jelas tokoh pemekaran daerah ini.

Sebagai ketua Forum Percepatan Pemekaran Wilayah Sultra, Djeni menjamin proses pemekaran Kabupaten Konawe Kepulauan bersama 5 daerah lainnya masuk prioritas. Tak hanya itu, Djeni juga mengungkapkan jika ia bersama anggota forum dan kalangan DPR-RI dan DPD-RI saat ini tengah berjuang untuk mendorong proses pemekaran Provinsi Buton Raya.

“yang jelas kita tetap bekerja dan ini telah menjadi agenda utama kami. Yang dibutuhkan saat ini, bagaimana masyarakat di Wawonii bisa mempersiapkan diri jika pemekaran terjadi,”imbuhnya.

Sebelumnya, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Wawonii Bersatu menggelar aksi konvoi disepanjang kota dan berunjukrasa didepan Swiss-Bel Hotel. Kehadiran mahasiswa itu untuk bertemu sejumlah anggota DPR-RI dan DPD-RI yang saat itu tengah mengikuti dialog politik “Pemilihan Gubernur Secara Langsung atau melalui DPRD” yang digagas oleh DPD KNPI-Sultra bersama DPRD Sultra. Walau Gubernur Sultra, Nur Alam sempat menyaksikan kehadiran para mahasiswa ini, namun gubernur segera berlalu. [Az]


Sumber :

http://beritakendari.com/pemekaran-kabupaten-konawe-kepulauan-tunggu-amanat-presiden.html

28 Mei 2011

Kemendagri: Cimahi Harus Ikuti Aturan Pemekaran

INILAH.COM, Bandung - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Pemkot Cimahi menyesuaikan aturan daerah pemekaran seperti ditetapkan dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.

Di antaranya soal jumlah kecamatan dalam satu daerah otonom. Saat ini, Kota Cimahi hanya memiliki tiga kecamatan, padahal dalam UU diharuskan daerah otonom setingkat kota/kabupaten memiliki minimal empat kecamatan.

"Kota Cimahi itu sudah lama pemekarannya. Memang ada beberapa pihak yang menilai kurang layak," kata Direktur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan usai acara 'Diseminasi Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia tahun 2010-2025' di Hotel Grand Aquila, Jalan Dr Junjunan Kota Bandung, Kamis (9/6/2011).

Djohermansyah mengatakan, jika secara administratif belum memenuhi syarat, Kota Cimahi harus melakukan evaluasi dan memenuhi kekurangan tersebut. Misalnya kekurangan jumlah kecamatan atau luas wilayah, bisa dilakukan dengan berkoordinasi antarwilayah.

"Kepada DOB (daerah otonomi baru) yang masuk dalam peringkat tidak memuaskan, kita akan melakukan pembinaan. Tidak mendadak digabungkan dengan daerah lain. Kalau 1 sampai 3 tahun telah ditingkatkan, tetapi kapasitasnya sebagai DOB mandiri belum juga menunjukkan perkembangan, maka akan digabungkan," paparnya.


Lihat Peta Lebih Besar

Ia menyebutkan, ukuran penilaian DOB itu adalah upaya peningkatan pelayanan publik, kesejahteraan sosial, tata kelola pemerintah, dan daya saing.[den]


Sumber :

http://www.inilahjabar.com/read/detail/1589212/kemendagri-cimahi-harus-ikuti-aturan-pemekaran

9 Juni 2011

Lampu Hijau untuk Pemekaran Kec. Batujajar

BATUJAJAR,(GM)-
Peluang dapat dimekarkannya 6 desa tertinggal di Kec. Batujajar sebagai kecamatan baru, mendapat lampu hijau dari tim survei Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang melakukan peninjauan ke lokasi pada Rabu (23/2). Enam desa di kecamatan itu terisolir setelah adanya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling yang merupakan kepentingan nasional.

Kedatangan tim survei dari Kementerian Dalam Negeri tersebut dipimpin Kepala Subdit Fasilitas Kecamatan Ditjen PUM, Drs. Frans Loway, M.Pd. Dari hasil peninjauan di lapangan, pemekaran wilayah kecamatan dapat dikatakan sebagai kebutuhan.

Kasubag Pemerintahan Umum KBB, Rina Marlina, dengan adanya lampu hijau dari pusat, pemerintah daerah tinggal meyakinkan kepada pusat akan kepentingan pemekaran dalam pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat dapat merekomendasikan pemekaran.

"Melihat kondisi di lapangan, dari Kemendagri menilai adanya kemungkinan pemekaran meskipun ada syarat fisik wilayah yang tidak terpenuhi," kata Rina.

Hasil peninjauan ke lokasi 6 desa tertinggal tersebut memang belum menghasilkan keputusan final. Dalam waktu dekat Bagian Pemerintahan KBB dan Biro Otda Prov Jabar akan diundang ke pusat untuk melakukan koordinasi lebih jauh.

Kendati rencana pemekaran 6 desa di Kec. Batujajar terbentur persyaratan fisik wilayah, namun karena terpencilnya wilayah 6 desa itu akibat kepentingan nasional PLTA Waduk Saguling, maka pemekarannya kemungkinan dapat dilakukan. Sebab dengan dilatarbelakangi adanya kepentingan dalam skala nasional, maka persyaratan fisik wilayah dapat kesampingkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2008 tentang Kecamatan, persyaratan fisik wilayah pembentukan kecamatan harus meliputi 10 wilayah desa. Ketentuan pengecualian tersebut didasarkan pada pasal 9 PP No. 19/2008 tentang Kecamatan. Dalam pasal tersebut disebutkan, pemerintah dapat menugaskan kepada pemerintah kota/kabupaten melalui gubernur selaku wakil pemerintah, untuk membentuk kecamatan dengan mengecualikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 (persyataran administrasi, teknis, dan fisik wilayah). Pada ayat dua disebutkan pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud atas pertimbangan kepentingan nasional, dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan.
Lihat Peta Lebih Besar

Tim melakukan peninjauan di enam desa yaitu Desa Bojonghaleuang, Cikande, Girimukti, Cipangeran, Jati, dan Saguling. Masyarakat setempat mengharapkan agar pemekaran kecamatan segera dilakukan mengingat tetinggalnya berbagai peyalanan di bidang pendidikan dan juga kesehatan. (B.68)**


Sumber :

http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20110224113343&idkolom=padalarang

24 Februari 2011

Jakarta akan Alami Pemekaran Wilayah


REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - DKI Jakarta direncanakan akan mengalami pemekaran wilayah. Hal tersebut dimaksudkan untuk memecahkan masalah ibukota.

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohar, mengatakan bahwa permasalahan ibukota utamanya mengenai bagaimana melayani masyarakat DKI secara lebih cepat dan lebih dekat. "Prinsipnya, apabila pemerintah lebih dekat, maka hal tersebut akan lebih bisa menjangkau masyarakatnya," ucapnya setelah menghadiri Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Selasa (22/6).

Hal tersebut bisa dicapai lewat pemekaran kota. Wilayah kota administrasi yang banyak penduduknya ini bisa dimekarkan lagi. Contohnya wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yang berpenduduk sekitar 2 juta jiwa. "Misalnya Jakarta yang tadinya terdapat lima wilayah kota administrasi, itu bisa ditambah menjadi dua wilayah kota lagi. Jadinya, Jakarta menjadi tujuh wilayah kota administrasi," jelasnya.

Kendati demikian, hal tersebut masih dikaji dan dipelajari oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Hal ini tergantung pada Pemda DKI," ujarnya.

Pemekaran wilayah tersebut diyakini dapat memudahkan penataan-penataan, pelayanan dan juga kemudahan dalam mengurus masyarakat. Pemekaran wilayah ini dilatarbelakangi oleh besarnya jumlah penduduk di DKI Jakarta. "Kalau penduduknya kecil, itu sih tidak masalah," katanya.

Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: C10

Sumber :

http://www.republika.co.id/berita/regional/jabodetabek/11/06/22/ln6ngc-jakarta-akan-alami-pemekaran-wilayah


Sumber Gambar:

http://eagle1squadron.wordpress.com/2009/11/17/jakarta-map-for-mobile/

Saturday, April 30, 2011

Gubernur Lampung Stop Pemekaran


Menilik dari hasil sebelumnya, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP akhirnya menegaskan untuk menstop pemekaran wilayah Lampung. Ini melihat banyaknya kabupaten hasil pemekaran yang malah berada dalam keterpurukan. Ini artinya, rencana pemekaran Kabupaten Pesisir Barat (KPB) yang merupakan pecahan dari Kabupaten Lampung Barat, sementara terpaksa harus masuk kotak.

Gubernur menyebutkan, salah satu daerah yang dianggap terpuruk itu ialah Kabupaten Lampung Barat dan Waykanan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara sepuluh tahun silam. Menurut gubernur, kedua daerah itu tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Lampung Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi Bengkulu misalnya, hingga saat ini hanya memiliki Pendapatan Asli daerah (PAD) sebesar Rp10 miliar.

Dengan PAD sekecil itu, sambung gubernur, sebenarnya kabupaten penghasil damar itu bisa saja dikembalikan ke kabupaten induknya atau bergabung dengan kabupaten terdekat yaitu Tanggamus. Namun, imbuh gubernur, yang memiliki wewenang untuk memberikan penilaian gagal dan tidaknya sebuah kabupaten pemekaran adalah pemerintah pusat.

Ia pun mengakui, selama dua periode jabatannya, dirinya selalu menyetujui desakan pemekaran wilayah di Lampung. “Paling tidak ada empat daerah otonomi baru (DOB) berdiri. Masing-masing Kabupaten Pesawaran pemekaran dari Lampung Selatan, Kabupaten Pringsewu yang memisahkan diri dari Kabupaten Tanggamus, kemudian dua Kabupaten Tulangbawang Barat dan Mesuji yang merupakan pecahan dari Kabupaten Tulangbawang,” sebut Oedin -sapaan akrab- Gubernur Sjachroedin ZP.

Agar keempat DOB ini tidak mengalami nasib sama dengan pendahulunya, terang gubernur, maka salah satunya yakni Kabupaten Mesuji diproyeksikan sebagai Kota Mandiri Terpadu (KTM) yang juga merupakan program Departemen Transmigrasi dan Kependudukan.

Untuk mendukungnya, lanjut gubernur, pemerintah provinsi juga menawarkan kepada investor dari Thailand untuk menggarap tanah rawa di daerah Mesuji menjadi areal perkebunan. Termasuk upaya membuka kembali tambak udang terbesar di Asia Tenggara yaitu Dipasena. Tentunya dengan disertai jaminan kemanan kepada investor. (sms)


Sumber :

http://rakyatlampung.co.id/web/berita-utama/375-gubernur-stop-pemekaran.html



Sumber Gambar:
http://indonesia-peta.blogspot.com/2010/12/gambar-peta-lampung-tengah-ukuran-besar.html

Provinsi Kalimantan Tenggara ?

Bupati Kotabaru H Irhami Ridjani menyatakan, Provinsi Kalimantan Tenggara layak dibentuk, guna mempercepat pemerataan pembangunan di daratan Kalimantan bagian tenggara.

Menurut dia, empat kabupaten, yaitu, Kotabaru dan Tanahbumbu di Kalimantan Selatan serta dua Kabupaten di Kalimantan Timur yakni, Kabupaten Paser dan Panajam dinilai telah mampu membentuk Provinsi Kalimantan Tenggara.

"Apalagi historisnya, empat kabupaten tersebut berinduk dari Kotabaru," katanya.

Sekitar 1959, Kotabaru memekarkan kabupaten baru, Kabupaten Paser, yang kini masuk Provinsi Kalimantan Timur. Beberapa tahun kemudian, Kabupaten Paser memekarkan Kabupaten Panajam.

Sementara Kabupaten Kotabaru yang menjadi kabupaten induk pada 2003 kembali memekarkan Kabupaten Tanahbumbu.

"Sangat wajar, jika empat kabupaten itu membentuk Provinsi Kalimantan Tenggara," ujarnya.

Terlebih Kabupaten Kotabaru berada di wilayah tenggara Kalsel yang jaraknya sekitar 350 kilometer, begitu juga dengan Kabupaten Tanahbumbu.
Sedangkan Kabupaten Paser dan Panajam juga berada di wilayah paling selatan Provinsi Kaltim, dan dua kabupaten tersebut merupakan daerah perbatasan Kaltim dengan Kalsel.

Bupati menambahkan, bahkan untuk mendukung terbentuknya Provinsi Kalimantan Tenggara itu, Kabupaten Kotabaru yang masih memiliki wilayah sepertiga luas wilayah di Kalsel itu siap kembali memekarkan kabupaten baru, yakni, Kabupaten Pamukan.

"Jika memang diperlukan, persiapan untuk memekarkan Kabupaten Pamukan itu bisa disiapkan mulai saat ini," katanya.

Irhami optimistis, jika Provinsi Kalimantan Tenggara terbentuk, maka percepatan pemerataan pembangunan di daerah, khususnya di Kalimantan akan terwujud.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Kotabaru H Syahiduddin SAg, menyatakan, Provinsi Kalimantan Tenggara layak dibentuk, jika investor membangun pabrik baja di Kotabaru membangun jembatan yang menghubungkan Pulaulaut dengan daratan Kalimantan. (sah/ant)

Sumber :
http://banjarmasin.tribunnews.com/index.php/read/artikel/1970/1/1/58151/hubungikami
4 Oktober 2010

Thursday, April 28, 2011

Sumbawa Ingin "Berpisah" dari NTB


Masyarakat Pulau Sumbawa ingin ‘berpisah’ dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan menginginkan provinsi sendiri. Usulan pemekaran Provinsi Sumbawa itu telah mereka sampaikan ke Komisi II DPR, Rabu (9/3). Mereka yang mendatangi Komisi II itu adalah para bupati dan DPRD serta tokoh masyarakat tokoh masyarakat Sumbawa.

“Kita menyampaikan suatu amanah dari masyarakat Sumbawa, yaitu peningkatan taraf kehidupannya. Mudah-mudahan disetujui menjadi daerah otonom dari Republik Indonesia ini dengan nama Provinsi Pulau Sumbawa,” ujar Ketua Komite Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP3S), S. Maryam dalam pertemuan dengan Komisi II.

Menurut Maryam, persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk pemekaran provinsi telah terpenuhi semuanya, baik dari Bupati, DPRD dan tokoh masyarakat yang masuk dalam wilayah pemekaran tersebut sudah terpenuhi.

Namun diakui Maryam, memang sampai saat ini belum ada rekomendasi secara resmi dari Gubernur NTB. Tetapi pihaknya telah bertemu dengan Gubernur NTB mengenai usulan pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa. “Pesan Gubernur jangan sampai pemekaran ini memunculkan konflik etnis antara Lombok dan Sumbawa,” ung­kapnya.

Dijelaskan, Maryam, Pulau Sumbawa memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah, baik dari segi perikanan, pertanian maupun peternakan. Untuk lokasi ibukota Provinsi Pulau Sumbawa ini nantinya akan ditempatkan di Sumbawa Besar.

Semantara itu, Ketua Komisi II Chairuman Harahap yang memimpin jalannya rapat tersebut mengatakan, usulan ini akan ditampung oleh komisi sebagai aspirasi. Namun diingatkan, terkait persyaratan untuk dukungan secara resmi dari Gubernur NTB sangat dibutuhkan. “Tadi disebutkan sudah lengkap, tapi sebenarnya belum yang tinggal adalah rekomendasi Gubernur Provinsi NTB,” ucapnya.

Sementara itu anggota Komisi II DPR Harun Al Rasyid yang merupakan tokoh masyarakat Sumbawa menegaskan aspirasi pemekaran Provinsi Sumbawa sepenuhnya akan menjadi hak inisiatif DPR karena pemerintah terkesan menutup diri untuk pemekaran wilayah.

“Melalui Komisi II, pada akhirnya DPR terpaksa akan menerima aspirasi pembentukan provinsi baru di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yakni Provinsi Sumbawa,” kata mantan Gubernur NTB itu.

Menurut Harun Al Rasyid, proses pemekaran Provinsi Sumbawa ini sudah berlangsung selama 12 tahun lebih. Bahkan dari sisi legalitas sebagaimana yang diamatkan oleh PP 78 tahun 2007 tentang Penggabungan dan Pemekaran Wilayah sudah terpebuhi. “Kecuali satu hal yakni rekomendasi Gubernur NTB karena terkendala teknis berupa belum selesainya Tim Kajian Pemerintah Provinsi NTB bekerja,” kata Harun Al Rasyid.

Terkait dengan belum keluarnya surat rekomendasi gubernur tersebut, lebih lanjut Harun mengatakan bahwa surat itu bisa saja tidak diperlukan sebagaimana yang pernah terjadi dalam proses pemekaran Provinsi Sulawesi Barat dulunya.

“Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat dulunya tidak dilengkapi dengan rekomendasi provinsi induknya. Tapi antara pemerintah dan DPR setuju Sulawesi Barat jadi provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Sulawesi Selatan Hingga lahir UU No. 26 Tahun 2004, tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat,” tegas anggota DPR dari Fraksi Gerindra itu. (h/sam)

Sumber :

http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2347:sumbawa-ingin-berpisah-dari-ntb&catid=4:nasional&Itemid=78

10 Maret 2011

Sumber Gambar:

http://www.indonesiatraveling.com/National%20Parks%20Indonesia/images/propinsi/Sumbawa-nat-res.jpg


Pemekaran Dua Daerah di NTB Akan Diprioritaskan


Wacana pemekaran daerah baru di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus bergulir. Saat ini, sejumlah elemen di provinsi penghasil sapi itu mengajukan pemekaran dua wilayah yakni Propinsi Pulau Sumbawa (PPS) yang lepas dari propinsi NTB dan Kabupaten Lombok Selatan (KLS) yang akan terpisah dari Kabupaten Lombok Timur.

Untuk pembentukan PPS, beberapa waktu lalu panitia pembentukan bersama sejumlah tokoh masyarakat setempat telah bertemu dengan Komisi II DPR-RI di Jakarta. Mereka menyerahkan sejumlah dokumen kelengkapan administrasi sebagai syarat pengusulan daerah otonom baru.

Sejumlah persyaratan yang telah dibawa seperti persetujuan dari seluruh kepala desa, lurah, camat, bupati, walikota, DPRD Kabupaten dan Kota se-Pulau Sumbawa, serta persetujuan dari DPRD NTB. "Pada dasarnya Komisi II menyetujui pemekaran ini, tinggal persetujuan gubernur (NTB) saja yang belum," ujar anggota Panitia Kerja Otonomi Daerah Komisi II DPR RI, Harun Al Rasyid kepada JPNN, Selasa (15/3) siang.

Demikian halnya dengan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan (KLS). Untuk pemekaran kabupaten ini, seluruh persetujuan dari daerah termasuk rekomendasi dari Gubernur telah dikantongi. Hanya saja KLS hingga kini belum menjadi pokok bahasan resmi di Komisi II. "Memang sudah beberapa waktu lalu masuk di Baleg (Badan Legislasi) tapi belum dibahas di Komisi II," tambahnya.

Namun demikian mantan Gubernur NTB ini mengaku akan memperjuangkannya di DPR agar rancangan undang-undang (RUU) kedua calon daerah pemekaran itu menjadi prioritas dalam pembahasan di Senayan. Sebab, saat ini Panja Otda Komisi II tengah membahas 33 daerah pemekaran baru yang akan diprioritaskan pengusulannya.

33 daerah ini merupakan hasil seleksi dari lebih dari 125 daerah yang mengajukan pemekaran. 33 calon daerah baru itu dinyatakan lebih layak ditinjau dari persyaratan pemekaran serta dokumen kelengkapan yang dimiliki. "Kita akan mengusahakan masuk dalam daerah yang diprioritaskan," tambahnya.(zul/jpnn)

Sumber :

http://www.jpnn.com/read/2011/03/15/86764/Pemekaran-Dua-Daerah-di-NTB-Akan-Diprioritaskan-

15 Maret 2011

Sumber Gambar:

http://www.ghez.info/wp-content/uploads/2010/06/PETA_NTB.gif

Saturday, February 12, 2011

Pembentukan Provinsi Sulawesi Timur Terkendala Ibu Kota



Pembentukan Provinsi Sulawesi Timur yang terpisah dari Sulawesi Tengah hingga kini belum bisa dilanjutkan karena belum ada kesepakatan dari lima kabupaten pendukung mengenai ibu kota provinsi baru nanti.

"Masih ada tarik-menarik antara Luwuk dan Poso untuk menjadi Ibukota Provinsi Sulawesi Timur sehingga saya belum bisa menentukan kota mana yang harus saya usul ke pusat," kata Gubernur Sulteng HB Paliudju di Ampana, Ibu Kota Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah, Minggu (31/10).

Ia mengatakan hal itu kepada ANTARA di sela-sela peresmian gedung perkantoran Pemerintah dan DPRD Kabupaten dan DPRD Tojo Una una.

Paliudju semula berniat untuk mengajukan ke dua nama kota yakni Luwuk dan Poso untuk menjadi Ibu Kota Provinsi Sulawesi Timur nantinya dan pemerintah pusat yang akan memilihnya.

"Tetapi ternyata, sesuai ketentuan undang-undang pemerintah daerah, gubernur di daerah induk hanya bisa mengajukan satu saja nama calon ibu kota provinsi yang akan dimekarkan," ujarnya.

Akibatnya, ujar Paliudju yang didampingi Bupati Tojo Una una Damsyik Ladjalani, pembahasan pembentukan Provinsi Sulawesi Timur di pusat (Kemendagri dan DPR RI) hingga kini masih terkatung-katung.

Provinsi Sulawesi Timur yang akan berpisah dari Sulteng itu terdiri atas lima kabupaten yakni Poso dengan ibu kotanya Poso, Tojo Una-una yang beribu kota di Ampana, Morowali dengan ibu kota Bungku, Kabupaten Banggai di Luwuk dan Banggai Kepulauan di Salakan.

Gubernur mengemukakan, pihaknya akan kembali membentuk tim pengkajian calon ibu kota Provinsi Sulawesi Timur dengan melibatkan perguruan tinggi yakni Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

"Anggarannya sudah ada dan Insya Allah tim ini akan bekerja dalam waktu dekat ini," ujarnya.

Tim lintas sektor itu akan mengkaji seluruh ibu kota kelima kabupaten tersebut dari berbagai aspek seperti demografi, topografi, politik, sosial, pertahanan, keamanan dan aspirasi masyarakat.

Ketika ditanya kemungkinan Kota Ampana menjadi Ibu Kota Sulawesu Timur sehubungan dengan kencangnya perebutan posisi antara Luwuk dan Poso, Paliudju mengatakan, Ampana bisa saja menjadi alternatif kalau masyarakat di lima kabupaten itu menginginkan.

Gubernur berharap penentuan masalah ibu kota ini bisa segera disepakati sehingga Provinsi Sulawesi Timur bisa terbentuk sebelum akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono pada 2014 mendatang.

Asisten Tata Praja Pemerintah Kabupaten Poso Lambang Bomanturu pada kesempatan terpisah di Tentena menegaskan bahwa bila tidak menjadi Ibu Kota Sulawesi Timur, maka Poso akan menarik diri dari Sulawesi Timur dan tetap bergabung dengan Sulawesi Tengah.

"Kalau Luwuk jadi ibu kota Sultim, maka orang Poso harus menempuh perjalanan 400 km lebih untuk berurusan di Luwuk, sementara kalau ke Palu hanya 200 km," ujar Lambang.

Sementara Kota Ampana, Ibu Kota Kabupaten Tojo Una-una disebut-sebut sebagai alternatif paling memungkinkan untuk menengahi tarik menarik Poso dan Luwuk karena Ampana terletak di antara Poso dan Luwuk yakni sekitar 160 km dari Poso atau 240 km dari Luwuk. (Ant/OL-3)

Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/10/178871/128/101/Pembentukan-Provinsi-Sulawesi-Timur-Terkendala-Ibu-Kota
31 Oktober 2010

Sumber Gambar:
http://koran-sulteng.blogspot.com/2010/06/festival-danau-poso-akan-digelar-di.html

Sudah Pantaskah Luwu Raya Bicara Pemekaran?


Catatan Oleh: Nurhaeni Amir*

WACANA pembentukan Provinsi Luwu Raya dan Kabupaten Luwu Tengah (Luteng) menjadi perbincangan hangat di kalangan aktivis dan politikus di Tana Luwu. Banyak kalangan mendukung upaya pembentukan Kabupaten Luwu Tengah untuk memenuhi persyaratan administrasi menuju pemekaran Tana Luwu menjadi Provinsi Luwu Raya. Namun, berbagai kalangan menilai, dukungan dari berbagai elit itu sebatas ‘pemanis kampanye’ dan pembicaraan hampa di warung kopi.

Lihat Peta Lebih Besar
Mencuatnya ide memekarkan Kabupaten Luwu Tengah untuk mendeklarasikan provinsi baru pun dicurigai hanya sebagai bagi-bagi jatah kursi di tingkat elit politik daerah. Merujuk UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ternyata memberi dampak yang buruk terhadap implementasinya.

Mengapa? Pemekaran daerah yang tadinya ditujukan untuk pendekatan pelayanan kepada masyarakat, malah mengalami kemunduran drastis. Seperti yang disampaikan oleh Dirjen Otonomi Daerah Depdagri, Djohermansyah Djohan, bahwa hanya 20% yang dinyatakan cukup baik, sedangkan 80% lagi masuk kategori buruk. Ini mempertegas bahwa pemekaran daerah menjadi tidak terkendali dan hanya berbau politik semata. Pelayanan publik mengalami kemunduran dan tata kelolah pemerintahan menjadi tidak baik.

Lalu bagaimana dengan wacana pembentukan kabupaten Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya? Apakah bisa terwujud atau hanya menjadi jualan politik semata jelang Pilgub Sulsel 2012 dan Pemilu 2014? Tiga pintu usulan pemekaran, yaitu Depdagri, DPR, dan DPD, saat ini terus dibanjiri usulan pemekaran. Pemekaran daerah memang sulit dibendung. Meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, namun faktanya masih banyak daerah yang tidak menjalankan mekanisme tersebut. Dan, sejak tahun 2009 Kementrian Dalam Negeri sudah tidak melakukan pemekaran, atau dengan kata lain dilakukan moratorium dan evaluasi untuk merevisi UU No 32 tahun 2004.

Data yang ada di Dirjen Otda sekitar 155 provinsi/kabupaten kota yang mengusulkan untuk dimekarkan, belum lagi yang masuk ke DPR sekitar 33. Jadi untuk sementara ada 188 Provinsi/kabupaten kota di Indonesia yang ‘ngantri’ dimekarkan, termasuk di dalamnya Kabupaten Luwu Tengah.

Secara umum, syarat pemekaran daerah ada 3 di antaranya:

• Syarat Tehnis : Jumlah penduduk, luas wilayah potensi Sumber Daya Alam dan potensi sosial budaya
• Syarat Fisik Kewilayahan : Misalnya, untuk menjadi provinsi harus memiliki 5 kabupaten/kota, sedangkan untuk kabupaten minimal ada 5 kecamatan
• Syarat Administrasi: Adanya persetujuan dari DPRD dan rekomendasi dari kepala daerah.
Idealnya jika daerah ingin dimekarkan dari provinsi induk, maka sebaiknya melakukan persiapan sekitar 7-10 tahun. Selain itu harus ada tanda tangan sebagai bentuk dukungan dari DPRD tiap kabupaten, kepala daerah dan gubernur dari provinsi induk.

Jika disimak ulang, Kabupaten Luwu, Kota Palopo Luwu Utara dan Luwu Timur mengalami pemekaran hanya membutuhkan durasi waktu 1 sampai 4 tahun. Waktu yang sangat singkat untuk penataan kabupaten/kota baru. Bisa dibayangkan berapa dana yang akan dibutuhkan 1 kabupaten untuk membangun infrastruktur dan penyediaan SDMnya.

Menjadi lucu ketika ada segelintir kepala daerah atau politikus yang sangat antusias memperjuangkan kabupaten Luwu Tengah atau Provinsi Luwu Raya, sedangkan mekanisme dan persiapan menuju ke arah tersebut tidak dipersiapkan dengan baik. Itu sama saja dengan maruk kekuasaan. Kalau pun saat ini 3 syarat pemekaran kabupaten sudah terpenuhi, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri tetap akan memoratorium usulan tersebut sampai UU No 32 2004 direvisi dan ditetapkan adanya daerah persiapan pemekaran minimal 3 tahun lamanya. Nah, secara otomatis usulan pembentukan Kabupaten Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya akan mandek di atas meja.

Banyak contoh daerah yang melepaskan diri dari provinsi induk dan berusaha mandiri namun mandek karena kekurangan SDM. Elit politik hanya memikirkan bagaimana membagi-bagi kekuasaan untuk posisi yang strategis, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakatnya juga.

Lantas, bagaimana sebaiknya kita menyikapi ide atas pembentukan Kabupaten Luwu Tengah?
Masyarakat harus jeli dan teliti intinya. Teriakan keras untuk mendeklarasikan Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya perlu dicermati ulang. Jangan terperdaya oleh janji manis dan kursi kekuasaan yang bisa menyengsarakan rakyat. Jika kita memiliki niat yang tulus untuk terus memperjuangkan Kabupaten Luwu Tengah, maka sebaiknya dilakukan persiapan lebih dulu paling kurang 3 tahun.

Hal ini dimaksudkan agar kemantapan SDM bisa terpenuhi. Jangan menjadikan makna pemekaran hambar dan bias. Masyarakat, pemerintah, legeslatif dan para aktivis di daerah harusnya lebih konsen bagaimana memajukan daerahnya masing-masing. Masyarakat harusnya bisa merasakan dampak positif dari pemekaran, minim keluhan terhadap pelayanan publik, setiap anak bisa bersekolah dengan tenang, orang tua tidak perlu khawatir anaknya akan menjadi pengangguran, dan masyarakat miskin tidak lagi mengeluhkan lambannya perawatan medis.

Tulisan ini bukan bentuk penolakan dukungan untuk bendera Luwu Raya/Kabupaten Luwu Tengah, namun lebih kepada analisis tehnis untuk mengantarkan daerah otonomi yang mumpuni dan tepat sasaran. Dukungan untuk kabupaten Luwu Tengah dan provinsi Luwu Raya belum tepat ketika itu diangkat saat ini. Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi dan bahan pertimbangan dalam memaknai perjuangan kita menuju Kabupaten Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya. (*)
—————————————————————————-

Nurhaeni Amir, adalah pengurus Kerukunan Keluarga Luwu (KKL) di Jakarta. Lahir di Palopo dan saat ini tinggal di Jakarta. Ia adalah alumni Jurusan Broadcasting Deprt. In Communication Faculty di Persada Indonesia YAI University dan saat ini bekerja di Metro TV.


Sumber :

http://palopotoday.com/redaksi/sudah-pantaskah-luwu-raya-bicara-pemekaran/2251

7 Februari 2011

Sumber Gambar:

http://www.palopokota.go.id/index.php/animation/perda/pengumuman/perda/?page=stat&smid=1&chose=second

Provinsi Luwu Raya: Antara Impian dan Kenyataan


Oleh: Iskandar Siregar (Dosen Tamu Universitas Andi Djemma, Palopo)

Ada yang menarik ketika saya mengikuti dialog bertema “Refleksi Nilai Perjuangan Rakyat Luwu Dalam Pembangunan Kekinian” di Makassar pada Senin 31 Januari 2011. Dialog yang diselenggarakan Pengurus Besar Kerukunan Keluarga Luwu Raya (PB-KKL Raya) ini dihadiri tiga bupati (Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur) dan sebagian tokoh Tana Luwu. Mulai dari mantan Duta Besar hingga aktivis LSM. Ada profesor maupun mahasiswa.

Isu pembentukan Provinsi Luwu Raya sempat mencuat. Dari selama dialog maupun sesudahnya, saya menangkap pembentukan Provinsi Luwu Raya itu “harga mati”. Secara geografis, bakal wilayah Provinsi Luwu Raya jelas, yakni meliputi Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Kota Palopo, dan Luwu Tengah yang sedang diperjuangkan pembentukannya. Sementara Toraja masih dalam perdebatan apakah masuk atau tidak dalam bagian Provinsi Luwu Raya.

Secara ekonomi, potensi Luwu Raya luar biasa. Ada lahan pertanian, perkebunan, perikanan, tambang, hingga objek pariwisata. Dalam penggalian sejarah, sejatinya Provinsi Luwu Raya itu sudah pernah direncanakan pada awal berdirinya republik ini.

Itu belum cukup. Ada tokoh Tana Luwu yang hadir dalam dialog menilai Provinsi Luwu Raya itu mutlak ada, tidak boleh ditolak, tidak boleh diambangkan tanpa batas, tidak boleh diragukan. Alquran boleh bilang bahwa dirinya la roiba fih, tidak ada keraguan padanya. Mungkin begitu juga untuk Provinsi Luwu Raya. Seharusnya pembentukan Provinsi Luwu Raya tidak perlu dipertanyakan.

Namun kenyataannya, ada berbagai hal yang perlu dicatat mengenai pemekaran wilayah. Polemik pembentukan Provinsi Luwu Raya memperlihatkan masih kaburnya pemahaman mengenai otonomi daerah. Konsep otonomi sebenarnya berangkat dari dimensi pelayanan publik yang semakin terdesentralisasi pada tingkat lokal. Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa aparat pemerintah sebagai pelayan publik (public servant) semakin dekat dengan masyarakat yang membutuhkan kesegeraan pelayanan, sekaligus (karena kedekatannya itu) mampu memahami dan selanjutnya menyerap aspirasi dan kepentingan masyarakat lokal yang menjadi subjek layanan.

Kehendak memberikan pelayanan yang cepat dan tepat ini, pada dasarnya juga berangkat dari kenyataan objektif dari pemerintahan negara yang sentralistik. Pertama, terdapat jarak yang sangat signifikan antara aparat pemerintah pusat dengan masyarakat di daerah sebagai subjek layanan, sehingga oleh karena itu pelayanan tidak efektif dan tidak efisien atau terjadi penelantaran terhadap masyarakat akibat dari rantai birokrasi yang panjang. Kedua, semakin rumitnya urusan pemerintah pusat sehingga memerlukan pelimpahan kekuasaan kepada aparatnya di tingkat lokal. Ketiga, tuntutan demokrasi yang semakin kuat, di mana pada hakikatnya memang nilai-nilai demokrasi lebih diwujudkan pada tingkat lokal.

Untuk dapat memberikan pelayanan publik itu sendiri, maka daerah harus memiliki kemampuan. Pertama, komunitas unsur negara (aparat pemerintah dan legislator lokal) harus memiliki sumber daya manusia yang sesuai. Pada dua komponen unsur negara ini haruslah seimbang sumber dayanya, sehingga bisa mengarah pada interaksi yang kondusif dalam artian melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, dan kontrol terhadap aparat pelaksana. Jika salah satu pihak lebih kuat dari yang lain, kehidupan unsur negara tidak akan sehat, karena saling mensubordinasi.

Kedua, dukungan potensi sumber daya alam yang memungkinkan daerahnya bisa dibangun dengan kekuatan dana sendiri. Tentu saja potensi itu sudah tergali atau terkembangkan, sehingga mampu disedot sebagai sumber pendapatan daerah. Sepanjang sumber-sumber pendapatan daerah belum bisa dipenuhi sendiri, maka otonomi masih akan bersifat seolah-olah, karena daerah masih sangat bergantung bahkan mungkin dikendalikan oleh kekuatan yang ada di luarnya.

Ketiga, dimensi pengelolaan atau manajemen. Dalam hal ini unsur pemimpin yang ada di pemda memegang peranan penting, menyangkut bagaimana mengerahkan sumber daya yang ada, mencari sumber-sumber pendukung, serta mengeksploitasi pontensi-potensi ekonomi yang ada di daerah dengan kalkulasi yang berdimensi berkelanjutan (sustainability). Dalam konteks ini, dimensi sosial, politik, dan lingkungan fisik haruslah menjadi pertimbangan utama dalam mengelola sumber daya yang ada di daerah. Dimensi sosial berupa orientasi pemberuntungan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya yang ada (misalnya dengan menekankan pada prinsip local people oriented development program). Dimensi politik adalah mengelola elemen-elemen sosial politik secara fungsional dalam konteks demokrasi.

Apa yang terjadi di Tana Luwu, menurut hemat saya, adalah pupusnya denotasi. Masyarakat hidup dalam konotasi-konotasi: sesuatu tidak dimaksudkan sebagai sesuatu itu sendiri sebagaimana ia adanya. Setiap kata, setiap perbuatan, setiap langkah dan keputusan, setiap jabatan dan fungsi, selalu tidak berkenyataan sebagaimana substansinya, melainkan ada tendensi, pamrih, maksud tersembunyi, “udang di balik batu” atau apapun namanya –di belakangnya.

Bagi calon Provinsi Luwu Raya yang potensi alamnya kaya, hingga saat ini belum bisa dikatakan “survive”, karena masih sangat tergantung dari kekuatan yang ada di luar diri mereka. Kalau pun ada gairah mau secepatnya melaksanakan pemekaran daerah (Provinsi Luwu Raya), tampaknya lebih karena dorongan segelintir elite (bisa dari birokrat maupun politikus) yang selama ini menjadi bagian elite lokal yang beruntung secara politik dan ekonomi. Soalnya, dengan pemekaran daerah diharapkan bisa secara otonom pula mengelola proyek-proyek pembangunan dan atau dana-dana rutin/operasional, yang tidak lagi dikontrol pusat atau provinsi induknya dulu, sehingga bisa secara leluasa meneruskan perilaku korup seperti halnya era Orde Baru.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah kalau gairah pemekaran ini secara tak disadari tidak bisa dibedakan dengan gairah etnisitas atau berupa kebangkitan politik etnis, yang mengarah pada etnocratic local government (pemerintah lokal yang berwatak etnik). Etnis di tingkat lokal cenderung menyadari keberadaannya sebagai “yang harus berkuasa di daerahnya sendiri” sehingga orang dari etnis lain dianggap sebagai pihak yang harus disubordinasi secara politik dan ekonomi. Di situ ada klaim teritori oleh suatu etnik tertentu, ada perbedaan kelompok beserta budaya dan kesadarannya, yang semuanya merupakan benih kelompok dan disintegrasi sosial.

Kalau kita mengacu pada kondisi objektif seperti tersebut di atas, maka membangun daerah di era otonomi ini lebih bergantung pada kemampuan daerah dalam mengatasi masalah-masalah lokalnya sendiri. Sebelum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan itu, maka niscaya akan selalu mengalami kesulitan untuk menggerakkan pembangunan daerah dalam arti sesungguhnya. Daerah yang potensial bukanlah suatu jaminan bagi kemajuan suatu masyarakatnya, atau bukan suatu jaminan untuk bisa memajukan daerahnya. Bahkan sebaliknya, daerah-daerah yang potensial boleh jadi hanya lahan “pertempuran” kepentingan yang akan selalu teramat sulit untuk menyelesaikannya. Setiap kelompok masyarakat memiliki kepentingan terhadap daerah yang potensial, karena dianggap merupakan suatu sumber daya langka yang diperebutkan setiap orang.

Karena itu, peranan pemerintah daerah yang dimotori kalangan aparatnya jelas akan sangat menentukan. Di sinilah tantangan utama dari kalangan aparat pemerintah daerah. Mereka harus mampu menciptakan suasana kondusif bagi daerahnya terutama sekali bagi para penanam modal agar nyaman datang di daerahnya. Biasanya para penanam modal di suatu daerah atau negara, bukan saja tergantung dari sumber daya alamnya yang begitu banyak, melainkan juga memerlukan jaminan kenyamanan dan kepastian hukum sehingga modal mereka bisa berkembang secara berkelanjutan.

Secara singkat, aparat Pemda memerlukan kemampuan strategis untuk memacu percepatan pembangunan daerahnya sekaligus juga harus mampu melakukan perencanaan pembangunan yang berorientasi pada pemberuntungan masyarakat lokal. Sementara ini, Provinsi Luwu Raya masih menjadi impian belum kenyataan, sangat boleh jadi adalah karena kita tidak atau kurang bersungguh-sungguh. (*)


Sumber :

http://www.fajar.co.id/read-20110201233159-provinsi-luwu-raya-antara-impian-dan-kenyataan

2 Februari 2011