Catatan Oleh: Nurhaeni Amir*
WACANA pembentukan Provinsi Luwu Raya dan Kabupaten Luwu Tengah (Luteng) menjadi perbincangan hangat di kalangan aktivis dan politikus di Tana Luwu. Banyak kalangan mendukung upaya pembentukan Kabupaten Luwu Tengah untuk memenuhi persyaratan administrasi menuju pemekaran Tana Luwu menjadi Provinsi Luwu Raya. Namun, berbagai kalangan menilai, dukungan dari berbagai elit itu sebatas ‘pemanis kampanye’ dan pembicaraan hampa di warung kopi.
Lihat Peta Lebih Besar
Mencuatnya ide memekarkan Kabupaten Luwu Tengah untuk mendeklarasikan provinsi baru pun dicurigai hanya sebagai bagi-bagi jatah kursi di tingkat elit politik daerah. Merujuk UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ternyata memberi dampak yang buruk terhadap implementasinya.
Mengapa? Pemekaran daerah yang tadinya ditujukan untuk pendekatan pelayanan kepada masyarakat, malah mengalami kemunduran drastis. Seperti yang disampaikan oleh Dirjen Otonomi Daerah Depdagri, Djohermansyah Djohan, bahwa hanya 20% yang dinyatakan cukup baik, sedangkan 80% lagi masuk kategori buruk. Ini mempertegas bahwa pemekaran daerah menjadi tidak terkendali dan hanya berbau politik semata. Pelayanan publik mengalami kemunduran dan tata kelolah pemerintahan menjadi tidak baik.
Lalu bagaimana dengan wacana pembentukan kabupaten Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya? Apakah bisa terwujud atau hanya menjadi jualan politik semata jelang Pilgub Sulsel 2012 dan Pemilu 2014? Tiga pintu usulan pemekaran, yaitu Depdagri, DPR, dan DPD, saat ini terus dibanjiri usulan pemekaran. Pemekaran daerah memang sulit dibendung. Meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, namun faktanya masih banyak daerah yang tidak menjalankan mekanisme tersebut. Dan, sejak tahun 2009 Kementrian Dalam Negeri sudah tidak melakukan pemekaran, atau dengan kata lain dilakukan moratorium dan evaluasi untuk merevisi UU No 32 tahun 2004.
Data yang ada di Dirjen Otda sekitar 155 provinsi/kabupaten kota yang mengusulkan untuk dimekarkan, belum lagi yang masuk ke DPR sekitar 33. Jadi untuk sementara ada 188 Provinsi/kabupaten kota di Indonesia yang ‘ngantri’ dimekarkan, termasuk di dalamnya Kabupaten Luwu Tengah.
Secara umum, syarat pemekaran daerah ada 3 di antaranya:
• Syarat Tehnis : Jumlah penduduk, luas wilayah potensi Sumber Daya Alam dan potensi sosial budaya
• Syarat Fisik Kewilayahan : Misalnya, untuk menjadi provinsi harus memiliki 5 kabupaten/kota, sedangkan untuk kabupaten minimal ada 5 kecamatan
• Syarat Administrasi: Adanya persetujuan dari DPRD dan rekomendasi dari kepala daerah.
Idealnya jika daerah ingin dimekarkan dari provinsi induk, maka sebaiknya melakukan persiapan sekitar 7-10 tahun. Selain itu harus ada tanda tangan sebagai bentuk dukungan dari DPRD tiap kabupaten, kepala daerah dan gubernur dari provinsi induk.
Jika disimak ulang, Kabupaten Luwu, Kota Palopo Luwu Utara dan Luwu Timur mengalami pemekaran hanya membutuhkan durasi waktu 1 sampai 4 tahun. Waktu yang sangat singkat untuk penataan kabupaten/kota baru. Bisa dibayangkan berapa dana yang akan dibutuhkan 1 kabupaten untuk membangun infrastruktur dan penyediaan SDMnya.
Menjadi lucu ketika ada segelintir kepala daerah atau politikus yang sangat antusias memperjuangkan kabupaten Luwu Tengah atau Provinsi Luwu Raya, sedangkan mekanisme dan persiapan menuju ke arah tersebut tidak dipersiapkan dengan baik. Itu sama saja dengan maruk kekuasaan. Kalau pun saat ini 3 syarat pemekaran kabupaten sudah terpenuhi, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri tetap akan memoratorium usulan tersebut sampai UU No 32 2004 direvisi dan ditetapkan adanya daerah persiapan pemekaran minimal 3 tahun lamanya. Nah, secara otomatis usulan pembentukan Kabupaten Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya akan mandek di atas meja.
Banyak contoh daerah yang melepaskan diri dari provinsi induk dan berusaha mandiri namun mandek karena kekurangan SDM. Elit politik hanya memikirkan bagaimana membagi-bagi kekuasaan untuk posisi yang strategis, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakatnya juga.
Lantas, bagaimana sebaiknya kita menyikapi ide atas pembentukan Kabupaten Luwu Tengah?
Masyarakat harus jeli dan teliti intinya. Teriakan keras untuk mendeklarasikan Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya perlu dicermati ulang. Jangan terperdaya oleh janji manis dan kursi kekuasaan yang bisa menyengsarakan rakyat. Jika kita memiliki niat yang tulus untuk terus memperjuangkan Kabupaten Luwu Tengah, maka sebaiknya dilakukan persiapan lebih dulu paling kurang 3 tahun.
Hal ini dimaksudkan agar kemantapan SDM bisa terpenuhi. Jangan menjadikan makna pemekaran hambar dan bias. Masyarakat, pemerintah, legeslatif dan para aktivis di daerah harusnya lebih konsen bagaimana memajukan daerahnya masing-masing. Masyarakat harusnya bisa merasakan dampak positif dari pemekaran, minim keluhan terhadap pelayanan publik, setiap anak bisa bersekolah dengan tenang, orang tua tidak perlu khawatir anaknya akan menjadi pengangguran, dan masyarakat miskin tidak lagi mengeluhkan lambannya perawatan medis.
Tulisan ini bukan bentuk penolakan dukungan untuk bendera Luwu Raya/Kabupaten Luwu Tengah, namun lebih kepada analisis tehnis untuk mengantarkan daerah otonomi yang mumpuni dan tepat sasaran. Dukungan untuk kabupaten Luwu Tengah dan provinsi Luwu Raya belum tepat ketika itu diangkat saat ini. Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi dan bahan pertimbangan dalam memaknai perjuangan kita menuju Kabupaten Luwu Tengah dan Provinsi Luwu Raya. (*)
—————————————————————————-
Nurhaeni Amir, adalah pengurus Kerukunan Keluarga Luwu (KKL) di Jakarta. Lahir di Palopo dan saat ini tinggal di Jakarta. Ia adalah alumni Jurusan Broadcasting Deprt. In Communication Faculty di Persada Indonesia YAI University dan saat ini bekerja di Metro TV.
Sumber :
http://palopotoday.com/redaksi/sudah-pantaskah-luwu-raya-bicara-pemekaran/2251
7 Februari 2011
Sumber Gambar:
http://www.palopokota.go.id/index.php/animation/perda/pengumuman/perda/?page=stat&smid=1&chose=second
Menarik tulisannya, setidaknya membuka tabir pikiran yg selama ini mgkin sudah terkooptasi dg janji2 angin surga, bahwa kemudian semua harapan itu butuh keseimbangan proses yg relatif panjang, semoga Luwu raya tetap dalam jalur kesejahteraan
ReplyDeletemaaf sebelumnyaa,,
ReplyDeletesaya juga pernah mendengar berita atau mungkin hanya isu belaka bahwa kec. bua akan di bentuk juga menjadi kota lagaligo. mohon konfirmasinya saya cuma ingin tahu kebenarannya saja. trima kasih