SRI PADUKA DATU LUWU ANDI DJEMMA adalah ikon perjuangan rakyat Luwu. Pahlawan nasional yang telah mewakafkan hidupnya untuk republik. Sebagai raja ia rela meninggalkan istana berikut harta bendanya, memilih berjuang bersama rakyatnya demi mempertahankan kemerdekaan bangsa.
”Saya tidak rela meninggalkan Istana dan semua kekayaan saya apabila saya tidak rela sehidup semati dengan anak-anakku, dan saya bersedia tunduk di atas telunjuk anak-anakku kemana saja aku dibawanya,” demikian kebulatan hati seorang Andi Djemma, sebagaimana kesaksian Yusuf Setia, salah seorang ex Kaigun Heiho, yang dikutip dari buku Andi Djemma Datu Luwu: Tahta bagi Republik.
Andi Djemma adalah pemimpin rakyat sejati yang telah dilahirkan sejarah. Jika ditafsirkan, “Djemma” memiliki pengertian sama dengan “rakyat” atau “orang banyak” (masyarakat). Sebagai pemimpin, Andi Djemma telah membuktikan dengan sikap: datang, hidup dan belajar dari rakyat, mengabdi untuk rakyat. Sebuah totalitas yang tanpa pamrih.Kepemimpinan Andi Djemma berlandaskan nilai filosofi budaya Luwu: Lempu (jujur), Getteng (tegas), Ada Tongeng (berkata benar), dan Temmappasilangeng (adil). Itulah alasan, mengapa dia sangat dicintai rakyatnya.
Ketika dilahirkan pada tahun 1901 di Salassae, Istana Datu Luwu di Palopo, Andi Djemma yang memiliki nama kecil Andi Pattiware, sudah menyandang predikat sebagai anak mattola atau putra mahkota. Ibundanya, Sitti Huzaimah Andi Kambo Opu Daeng Risompa, adalah Datu Luwu ke-32, sedangkan ayahnya, Andi Tenri Lengka adalah Cenning Luwu (putra mahkota) yang saat itu menjabat panglima perang Kerajaan Luwu. Namun segala tetek bengek predikat sosial yang disandangnya itu tak membuat Andi Djemma pongah. Justru semuanya itu mendorong dirinya untuk semakin dekat dan mencintai rakyatnya. Konsep kebersamaan yang lebih kita kenal dengan istilah “masseddi siri”, berhasil dibangun Andi Djemma sebagai nilai, yang melahirkan semangat perlawanan rakyat Luwu 23 Januari 1946.
Semangat ini, tentu diharapkan tak lekang dimakan zaman. Peringatan Hari Jadi Luwu dan Hari Perlawanan Rakyat Luwu adalah sebuah momentum strategis dalam kerangka merajut nilai-nilai massedi siri’, yang belakangan ini kian rapuh. Peringatan yang secara tematik: merupakan ’starting point’ kebersatuan Tana Luwu pasca pemekaran, secara konseptual sungguh sangat indah.
Rasanya, obsesi Andi Djemma yang bagi kita merupakan suatu tangungjawab sejarah, kian mendekat: terbentuknya Provinsi Luwu! Ini patut digarisbawahi dengan tebal. Apatah lagi, tema kali ini seolah bersinergi kuat dengan kerinduan rakyat eks onder afdeling Luwu, untuk bersatu kembali dalam bingkai provinsi. Ini adalah utang sejarah yang belum lunas, yang diwariskan Andi Djemma kepada mereka yang merasa diri sebagai wija To Luwu. Karena di akhir hayatnya, selain lima orang putera dari tiga kali pernikahan, Andi Djemma tidak meninggalkan harta yang berlimpah, kecuali sebuah nama, nilai keteladanan, dan utang sejarah: pembentukan Provinsi Luwu.
Andi Djemma (kedua dari kanan - depan) bersama raja-raja se- Sulawesi Selatan ketika diterima Presiden Soekarno di Istana Negara
Provinsi Luwu, adalah perjuangan menuju kebersatuan Tana Luwu. Dan Andi Djemma belum berhasil mewujudkannya hingga wafat. Puteranya, Andi Achmad Opu To Addi Luwu, yang melanjutkan perjuangan ini, juga belum berhasil mewujudkannya hingga Datu Luwu ini mangkat pada tahun 2002. Di berbagai kesempatan, termasuk ketika memberikan amanah dalam rangka syukuran pembentukan Kota Palopo, 11 juli 2002, Andi Achmad menyampaikan,“Masih ada obsesi yang merupakan warisan sejarah yang insya Allah akan senantiasa tetap diperjuangkan, yaitu pembentukan provinsi. Dan ini saya titipkan kepada semua rakyat Luwu tanpa terkecuali.”
Akankah utang sejarah Andi Djemma itu terwujud?
Wallahu a’lam bissawab
Sumber :
ANDY SYOEKRY AMAL
http://polhukam.kompasiana.com/2009/11/16/andi-djemma-dan-utang-sejarah-pembentukan-provinsi-luwu-raya/
16 November 2009
Sumber Gambar:
http://makassar.bpk.go.id/web/wp-content/uploads/2009/10/sulsel_slice.jpg
No comments:
Post a Comment