Sumber : http://www.hukumonline.com
15 Oktober 2014
Kini, Indonesia memiliki 34 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota
Pemekaran wilayah tak bisa lagi dilakukan otomatis. Kajian Kementerian Dalam Negeri menemukan fakta banyak daerah otonomi baru yang tak layak dalam arti kinerja pemerintahannya buruk. Kini, syarat pemekaran diperketat. Tidak semua daerah pemekaran otomatis menjadi provinsi, atau kabupaten/kota baru. Ada jeda waktu persiapan.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, menjelaskan pengetatan pemekaran wilayah itu diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru, yakni UU No. 23 Tahun 2014 (UU Pemda).
Selama ini, kebijakan pemekaran wilayah mendapat sorotan. Pemerintah dan DPR terlalu mudah memekarkan wilayah tanpa benar-benar melihat kesanggupan dan kemampuan daerah menjadi mandiri. Kebijakan moratorium yang disepakati DPR dan Pemerintah bahkan terkesan macan ompong. DPR, misalnya, tetap saja mengusulkan daerah otonomi baru. Faktanya, selalu saja muncul usulan pemekaran daerah baru. Sepanjang periode 1999-2014 sudah ada 223 daerah otonomi baru (DOB). Kini, wilayah Indonesia terdiri dari 34 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota.
Mekanisme pengetatan antara lain usulan pemekaran harus lewat pemerintah pusat. Jadi, usulannya satu pintu. Setelah mendapat usulan dan melakukan kajian, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP). PP adalah payung hukum pembentukan daerah persiapan atau daerah administratif.
Nah, daerah persiapan otonomi itu diberi waktu tiga tahun untuk menjalankan administrasi pemerintahan. Termasuk mengurusi sumber keuangan daerah. Jika dalam waktu tiga tahun, daerah persiapan bisa memenuhi syarat, maka akan ditetapkan menjadi DOB berdasarkan Undang-Undang. Bagaimana sebaliknya? “Jika daerah itu tidak bisa memenuhi syarat maka tidak dapat dilakukan pemekaran,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (14/10).
Djohan mengatakan UU Pemda menuntut pemerintah daerah melakukan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Pemda harus transparan dan akuntabel menjalankan pemerintahan. Dalam masa tiga tahun persiapan, tata kelola pemerintahannya akan dinilai.
Peneliti Indonesia Government Index (IGI), Lenny Hidayat, mendukung upaya pemerintah memperketat pembentukan DOB. Dari 10 DOB yang diteliti IGI hanya dua daerah yang kinerjanya baik yaitu Kabupaten Siak dan Lombok Utara. Hasil IGI itu menguatkan evaluasi Kemendagri (2009) yang menunjukan 80 persen DOB gagal dan belum dapat memberikan kesejahteraan rakyat. “Padahal negara sudah menghabiskan dana sekitar Rp50 triliun untuk pembentukan DOB sejak 1999,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment