KabarIndonesia - Wacana pembentukan provinsi Riau Pesisir, yang sudah didengungkan 10 tahun silam, kini terus menguat. Pemerintah sudah memberikan lampu kuning terhadap wacana tersebut. Pernyataan Mendagri RI, yang menyatakan pemekaran provinsi akan mempercepat kesejahteraan rakyat, semakin menyemangati para tokoh untuk mewujudkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir.
Gerakan kelompok, yang menginginkan terbentuknya provinsi Riau Pesisir, juga kian menguat. Hal itu terungkap pada rapat yang dihadiri puluhan tokoh, yang tergabung dalam Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir (KP2RP) di Pekanbaru, Riau, pekan lalu.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari daerah yang berada di pesisir Riau, antara lain Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, Siak, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Alasan pembentukan Provinsi Riau Pesisir adalah karena kawasan pesisir selama ini masih terpinggirkan dan masih terjadi ketimpangan politik serta ekonomi,” kata Ketua Komite Pembentukan Provinsi Riau Pesisir Ahmad Joni Marzainur SH.
Tujuan pembentukan Riau Pesisir, disebut banyak pihak hanya karena ingin meningkatkan tarap hidup rakyat Riau pesisir, yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak hasil bumi dari Riau Pesisir yang di dulang, tapi rakyat di kawasan Riau Pesisir hanya menjadi penonton, mereka tak bisa menikmati hasil bumi yang dikeruk dari bumi Riau Pesisir.
"Tujuan kami hanya ingin meningkatkan taraf hidup rakyat pesisir. Selama ini, masyarakat di kawasan itu sangat dikucilkan. Banyak hasil bumi hanya dinikmati provinsi Riau dan Pusat saja," kata Ahmad Joni.
Wacana pembentukan provinsi mendapat dukungan DPRD Riau. Prinsipnya, DPRD Riau tak menolak pemekaran provinsi, karena pemekaran provinsi akan memberikan nilai positif bagi rakyat di kawasan tersebut. Lantas bagaimana sikap Gubernur Riau terhadap wacana ini? Meski pernyataannya tidak begitu ikhlas, namun Gubernur Riau Rusli Zainal menyatakan tak mempersoalkan pemekaran provinsi Riau Pesisir.
Gubernur hanya minta kepada inisator, agar segala sesuatunya disiapkan secara sistimatis. Tidak boleh gegabah dan emosional. Wacana pembentukan Provinsi Riau Pesisir ini, terdiri dari lima Kabupaten/Kota yakni Siak, Dumai, Bengkalis, Rokan Hilir (Bagan) dan Kabupaten Meranti. Adapun yang menjadi ibukota Provinsi nantinya adalah Duri atau Dumai. Alasan Dumai ditunjuk sebagai ibukota, karena daerah ini memang sudah siap dari segi infrastruktur.
Kemudian Dumia juga menjadi ladang dollar bagi Provinsi Riau Pesisir. Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah merilis desain besar penataan daerah tahun 2010-2025. Desain ini dibuat sebagai acuan pemekaran daerah. Dalam desain disebutkan, dari 33 provinsi hanya delapan provinsi saja yang layak dimekarkan. Salah satunya Provinsi Riau.
Peluang inilah yang ditangkap oleh rakyat Riau Pesisir, kemudian mereka membentuk tim dan kelompok yang melibatkan para kepala daerah di kabupaten Riau Pesisir. Mengintip isi buku desain besar (grand design) yang disusun sejumlah pakar, antara lain Prof DR Sadu Wasistomo, Prof DR Pratikno, Prof DR Muchlis Hamdi, Prof DR Syafrizal, dan sejumlah profesor ahli pemerintahan daerah lainnya, termasuk Mayjen TNI (Purn) Dadi Susanto, memang jelas tersirat bahwa Riau Pesisir memiliki peluang sangat besar untuk dimekarkan menjadi provinsi.
Pertimbangannya? Karena kapasitas fiskal. Dari isi buku itu, ternyata memang ada 11 provinsi yang dinyatakan layak dimekarkan, yakni NAD, Riau, Jambi, DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Bali, dan Maluku Utara.
Kapasitas fiskal merupakan penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima daerah. Kemampuan fiskal ini menyangkut kemampuan keuangan provinsi membiayai tugas pokok pemerintahan dan kegiatan pembangunan daerah di luar kebutuhan untuk gaji aparatur daerah. Desain besar penataan daerah tahun 2010-2025, yang akan menjadi acuan pemekaran daerah itu, memberikan prioritas pemekaran provinsi yang memiliki dua karakteristik.
Pertama, provinsi yang punya wilayah perbatasan dengan negara tetangga. Kedua, provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota di atas 30. Kalau melihat dari acuan ini, maka Riau Pesisir sudah memenuhi kriteria. Karena, Riau Pesisir berhadapan langsung dengan Malaysia.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan menyebutkan, provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota lebih dari 30 biasanya memiliki problem rentang kendali pemerintahan. ”Rentang kendalinya tergolong besar jika lebih dari 30 kabupaten/kota,” terang Djohermansyah akhir pekan lalu.
Kalau dilihat dari 33 provinsi yang ada saat ini, maka Sumut merupakan satu-satunya provinsi di Pulau Sumatera yang jumlah kabupaten/kotanya lebih dari 30, yakni 33 kabupaten/kota. Sedangkan untuk provinsi yang ada di Pulau Jawa, dengan jumlah kabupaten/kotanya di atas 30, hanya ada dua provinsi, yakni Jawa Tengah dengan 35 kabupaten/kota dan Jawa Timur dengan 38 kabupaten/kota.
Sedang untuk Kalimantan, Sulawesi dan wilayah timur Indonesia, tak satu pun provinsi yang punya kabupaten/kota lebih dari 30. Menyimak potensi sumber daya alam (SDA) yang ada di Riau Pesisir, cukup beralasan jika masyarakat di kawasan itu ingin memisahkan diri dari Provinsi Riau. Selain karena kurang mendapat perhatian, rakyat di kawasan ini ingin mengolah SDA nya sendiri untuk kepentingan rakyat Riau Pesisir.
Kalau provinsi Riau pesisir terbentuk, maka provinsi ini memiliki PAD yang cukup besar. Lihat saja potensi di masing-masing Kabupaten/kota di kawasan itu seperti berikut: Kabupaten Rokan Hilir : Kabupaten Rokan Hilir memiliki potensi pada sektor pertanian, seperti Kacang Kedelai dan Jagung.
Sementara produksi lainnya adalah Ubi Kayu, Kacang Tanah, Sayur-sayuran dan Buah-buahan. Pada 2006 jumlah lahan panen adalah 132.011,47 hektar. Padi merupakan produksi pangan unggulan dibanding dengan produk pangan lainnya dengan jumlah lahan panen 36.895 hektar, terdiri dari 6,621 hektar padi sawah dan 274 hektar padi ladang.
Potensi utama tanaman perkebunan kabupaten ini adalah Kelapa Sawit dan kemudian diikuti oleh Karet dan Kelapa. Komoditas lainnya adalah Kopi dan Coklat. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau, luas perkebunannya adalah sebagai berikut. Karet 37.881 hektar, kelapa 5.944 hektar, kelapa sawit 148.758 hektar, kopi 1.054 hektar dan pinang 130 hektar.
Kapasitas produksinya adalah karet 17.771 ton, kelapa 3.109,80 ton, kelapa sawit dengan jumlah 441.804,36 ton, kopi 474 ton, dan pinang 38 ton. Ada beberapa potensi kehutanan di Kabupaten Rokan Hilir. Total luas lahan di daerah ini 208.159 hektar yang terdiri dari Hutan Lindung 10.994 hektar, hutan produksi tetap 118.242.58 hektar.
Komoditas dari sektor kehutanan di Kabupaten ini terdiri dari beberapa produksi kayu seperti 3.729,0506 m³, kayu bulat 12.343,53 m³, dan kayu lapis 45.808,1225 m³. Produksi perikanan di Kabupaten Rokan Hilir mencapai 55.005,6 ton; terdiri dari perikanan laut dengan jumlah 52.038,8 ton, ikan perairan umum berjumlah 2.947,8 ton dan ikan kolam keramba berjumlah 19 ton. Dari hasil tangkap ini, udang merupakan unggulan dengan harga jual cukup tinggi yaitu Rp. 45.000/kg.
Populasi peternakan di Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari Sapi dengan jumlah 7.794 ekor, kerbau 1.149 ekor, kambing 38.787 ekor dan babi 8.808 ekor, ayam kampung 517.554 ekor, itik 85.186 ekor.
Sektor industri adalah industri perkapalan. Obyek Wisata di daerah ini yang paling dikenal adalah perayaan Cap Go Meh, Ong Ya dan Go Cek Cap Lak (Upacara Pembakaran Tongkang), Bono, Pulau Jemur, Pulau Tilan, Danau Napangga dan Perayaan Pembakaran Tongkang.
Kabupaten Siak
Sebagian besar daerah Kabupaten Siak merupakan kawasan hutan yang diberi nama Kawasan Hutan Produksi, Hutan Suaka Alam, Hutan Bakau, dan Hutan Marga Satwa. Pemanfaatan hutan adalah dalam wujud eksploitasi hutan, produksi dari hasil hutan yang merupakan kayu bulat, kayu bulat kecil (bahan baku untuk chip), dan produksi khusus seperti kayu lapis, moulding, papan, kayu gergajian, kayu bakau dan produksi arang. Kabupaten Siak dikenal sebagai daerah penghasil minyak bumi di Provinsi Riau.
Tambang minyak bumi ini berada di Kecamatan Siak, Sungai Apit dan Minas yang dikelola oleh PT. Chevron dan PT. Kondur Petroleum SA. Sebagai tambahan bagi Minyak Bumi, potensi lain adalah lahan gambut di Kecamatan Siak, Perawang dan Sungai Apit. Industri berskala besar dan kecil tersebar di sekitar Kabupaten Siak. Sebagian besar industri bertempat di sepanjang Sungai Siak berjenis pengolahan kayu seperti kertas dan industri kayu lapis dan pengembangan Kawasan Industri Buton.
Potensi Wisata Sejarah: Istana Kerajaan, Komplek Makan Kerajaan, aula pertemuan dua tingkat, barang peninggalan Kapal Pesiar Kerajaan, Mesjid Kerajaan dan Pusara Sultan Syarif Qasim, Benteng dan Barak Militer Belanda, rumah tradisional Melayu, seni tradisional, seperti musik dan tarian, pakaian/ tenunan Siak, Desa Wisata di Sungai Mempura, Danau alami di Zamrud (Danau Pulau Besar) dengan ukuran 28 hektar, di Kecamatan Sungai Apit (Danau Naga), wisata Agro.
Lahan perkebunan Sawit yang lebat tersebar diseluruh daerah dan Suaka alam “Giam Siak Kecil” sepanjang Sungai Mandau. Kabupaten Bengkalis : Kabupaten Bengkalis merupakan penghasil minyak bumi terbesar, tidak hanya di Provinsi Riau, tapi juga di Indonesia. Saat ini ladang-ladang minyak bumi terdapat di Kecamatan Mandau, Bukit Batu, dan Merbau.
Pengelolaannya dilakukan PT Chevron Pacific Indonesia dengan wilayah operasi di Kecamatan Mandau dan Bukit Batu serta perusahaan Kondur Petroleum SA yang wilayah konsensi/operasionalnya meliputi Kecamatan Merbau, Tebing Tinggi, Rangsang, Bengkalis, dan perairan Bengkalis di sekitar Selat Malaka. Selain minyak bumi, terdapat pula potensi tambang pasir, yang sebagian besar terdapat di Pulau Rupat dan Rangsang serta potensi gambut yang terdapat di Pulau Bengkalis, Tebing Tinggi dan Rangsang serta deposit batubara di Kecamatan Rupat.
Komoditi utama Kabupaten Bengkalis pada sektor perkebunan adalah Kelapa, Karet dan Kelapa Sawit. Disamping itu pula berbagai jenis tanaman seperti Kopi, Coklat, dan Pinang. Di Kabupaten Bengkalis terdapat 285.936,70 hektar Hutan Negara yang tersebar pada 13 wilayah kecamatan. Hutan di kabupaten Bengkalis meliputi flora dan fauna, sementara Hutan Bakau banyak ditemui di sepanjang pesisir pantai, dan hasil hutan lainnya banyak digunakan untuk bahan baku industri.
Adapun beberapa objek wisata yang dapat dikembangkan antara lain: Selat Baru dan Pantai Perapat Tunggal di Pulau Bengkalis, Pantai Pasir Panjang di Pulau Rupat, Hutan Lindung dan Pusat Pelatihan Gajah di Kecamatan Mandau (Kota Duri), Sejarah/ Wisata Budaya seperti; Peninggalan Datuk Laksamana Raja di Laut, Istana dan Meriam, Sumpitan Tulang dan Tupai Beradu dan aksesoris perang lainnya di Desa Bukit Batu, Legenda “Dedap Durhaka” di Selat Bengkalis, Kecamatan Mandau, dan Tari Zapin di Rupat Utara.
Kabupaten Kepulauan Meranti
Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki potensi sumber daya alam, baik sektor migas maupun non migas.
Hingga kini potensi perkebunan hanya diperdagangkan dalam bentuk bahan baku keluar daerah Riau dan belum dimaksimalkan menjadi industri hilir sehingga belum membawa nilai tambah yang berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Sementara di sektor kelautan dan perikanan dengan hasil tangkapan 2.206,8 ton/tahun.
Selain itu masih ada potensi dibidang kehutanan, industri pariwisata, potensi tambang dan energi.
Kota Dumai
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS), kota ini memiliki 3595 hektar lahan tanaman pangan dan 624 hektar lahan sayur-sayuran, dan 21.933 hektar untuk perkebunan sawit, karet, kelapa dan kopi. Produksi ikan di Kota Dumai sebagian besar berasal dari perikanan laut dengan jumlah 1779,8 ton, sementara dari budidaya perikanan dapat menghasilkan 53,6 ton/tahun.
Di samping perusahaan minyak, Kota Dumai juga mempunyai industri dalam jumlah besar, industri yang ada saat ini terdiri dari 2.049 industri skala kecil, 392 industri skala menengah dan 146 industri skala besar. Di sektor perdagangan, Dumai memainkan peranan penting sebagai pintu gerbang aktifitas ekspor-impor di Provinsi Riau. Tercatat bahwa nilai ekspor dari Pelabuhan Dumai berjumlah USD. 884.239.454 juta dan nilai impor sebanyak USD 56.496.458 juta.
Angka tersebut menyatakan bahwa lebih dari separuh nilai ekspor-impor masuk melalui Pelabuhan Dumai. Pariwisata yang dikenal di daerah ini adalah: Makam Putri Tujuh dan Teluk Makmur.
Kabupaten Pelalawan
Di daerah ini ada 15.256 hektar lahan tanaman pangan dengan jumlah produksi sebanyak 45.058 ton. Jenis tanaman pangan adalah padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, kacang kedelai dan kacang hijau. Sayur-mayur dengan luas lahan panen 1.030 hektar. Sektor perikanan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pelalawan adalah tambak udang, kolam keramba, dan penangkapan ikan laut (laut dan sungai).
Produksi perikanan tahun 2006 terdiri dari perikanan laut 1.020,4 ton, perairan umum 1.737 ton, dan budidaya ikan tangkap 955 ton. Pertambangan di Kabupaten Pelalawan belum digali secara maksimal.
Bahan tambang tersebut antara lain Bentonit, Pasir Kwarsa, Kaolin (Gas Alam, Batubara, Air bawah tanah,dan Air Sungai Kampar). Potensi objek wisata yang dikenal: wisata alam dan budaya, Bono, kawasan wisata Pekan Tua, Hutan Konservasi Kerumutan, Kawasan Wisata Budaya Petalangan, peninggalan Kerajaan Pelalawan dan kuburan rajanya seperti Mahrum Setia Negara, Sultan Mahmud Syah disebut Mahrum Kampar, Bilal Muhammad Noeh, Syeikh Idrus, dan Datok Majo Sindo dan wisata budaya Badewo. (*)
Sumber :
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=26&jd=Pemekaran+Provinsi+Riau+Pesisir&dn=20110615104117
15 Juni 2011
Sumber Gambar:
http://warta-andalas.com/archives/367
No comments:
Post a Comment