Sunday, January 15, 2012
Syarat Provinsi Kapuas Raya Masih Kurang
JAKARTA -- Syarat pembentukan Provinsi Kapuas Raya yang ingin pisah dari Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), harus dilengkapi agar bisa segera ditindaklanjuti di DPR.
Secara politis, Komisi II DPR mendukung pemekaran PKR karena dipandang bisa untuk memercepat pembangunan ekonomi di wilayah provinsi yang rencananya beribukota di Sintang itu. "Syarat itu memang harus dilengkapi lagi," tegas Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap, menjawab JPNN, Jumat (13/1), di Jakarta.
Peluang Besar Berdirinya Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA)
Oleh Zam Zam Mubarak
Sudah setengah abad bergulirnya gagasan pemekaran Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang kini disebut dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tahun 1945-1950 pembentukan Provinsi di kawasan pedalaman Aceh telah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia. Saat DI/ TII, Prof. Bhaihaqi AK sempat bicara dengan Tgk Daud Beureueh tentang rencana pembentukan lima provinsi di Aceh. Namun tak sempat terwujud karena Jakarta memberikan status Daerah Istimewa untuk Aceh setelah dipisahkan dari Provinsi Sumatera Utara.
Jawa Bagian Barat Bakal Dibagi 6 Provinsi ?
Di Jawa bagian barat setidaknya muncul gagasan pembentukan tiga provinsi baru, yaitu Provinsi Cirebon, Provinsi Bogor Raya dan Provinsi Tangerang Raya. Jika proses pemekaran berlangsung mulus tanpa hambatan dan memperoleh restu dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, maka di Jawa bagian barat kelak terdapat 6 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Tangerang Raya, Bogor Raya, Cirebon dan Jawa Barat (akan berubah nama menjadi Provinsi Pasundan).
Bupati Bogor Cetuskan Provinsi Bogor Raya
Cianjur Tolak Pembentukan Provinsi Bogor Raya
Wacana tersebut dinilai terlalu mengada-ada mengingat selama ini wilayah Kabupaten Cianjur tidak merasa dianaktirikan Pemerintah Provinsi Jabar.
"Dengan tegas, Cianjur khususnya eksekutif menolak wacana adanya pembentukan Provinsi Bogor Raya. Kita tetap mau bergabung dengan Jawa Barat, tak ingin memisahkan diri," tegas Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cianjur Baharudin Ali kepada INILAH.COM di ruang kerjanya, Senin (9/1/2011).
Menurut Baharudin, wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya terlalu mengada-ada dan terkesan dipaksakan. Alasannya, dilihat dari berbagai aspek, wacana tersebut kecil kemungkinan bisa menyejahterakan masyarakat. "Wacana pembentukan ini sangat tidak rasional. Wacana ini tidak akan menguntungkan buat Cianjur," ujarnya. [ito]
Sumber :
Benny Bastiandy
http://www.inilahjabar.com/read/detail/1816648/cianjur-tolak-pembentukan-provinsi-bogor-raya
9 Januari 2012
Provinsi Kepulauan Nias Diharapkan Terwujud 2014
Gunungsitoli, (Analisa). Provinsi Kepulaun Nias diharapkan dapat terwujud pada tahun 2014 Mendatang. Tentunya dalam mewujudkan harapan itu, sangat diharapkan dukungan dari seluruh eleman masyarakat Nias baik yang berada di Pulau Nias maupun orang Nias yang ada di perantauan.
Firman Harefa mengatakan, untuk menindaklanjuti tanggungjawab berat itu, dalam waktu dekat pihaknya akan segera melakukan inventarisasi kegiatan, melakukan konsolidasi terhadap para pengurus serta akan segera membentuk perwakilan BPP Provinsi Kepulauan Nias, baik ditingkat Provinsi Sumatera Utara maupun Perwakilan di Jakarta sesuai dengan dengan arahan dan petunjuk para kepala daerah se Kepulauan Nias.
Sebelumnya dilokasi yang sama, Bupati Nias Drs Sokhiatuli Laoli, MM selaku Koodinator Forum Kepala Daerah se Kepulauan Nias telah melaksanakan pengukuhan para pengurus dari hasil penyempuaan itu.
Bupati Nias Drs Sokhiatuli Laoli, MM pada pidatonya mengharapkan kepada kepada para pengurus yang baru dikukuhkan untuk dapat bekerja dengan baik, membuat memprogram-program kerja serta mengatur strategi dalam mewujudkan Provinsi Kepulauan Nias.
Pihaknya juga mengucapkan terimakasih kepada pengurus yang telah direvisi yang telah menunjukkan kerjanya yang baik sehingga rekomendasi dari DPRD Sumatera Utara telah keluar. Untuk itu pihaknya mengharapkan kepada para pengurus yang telah direvisi untuk dapat terus memberikan dukungan untuk tujuan bersama tersebut.
Walikota Gunungsitoli Drs Martinus Lase, M.SP pada sambutanya mengatakan dari hasil pemekaran Kabupaten/ Kota di Pulau Nias diakui adanya perubahan yang dapat dirasakan ditengah-tengah masyarakat meskipun masih banyak kendala dan kelemahan yang ditemukan. Untuk terus mewujudkan kesejahteraan masyarakat itu pihaknya sangat mendukung segera terbentuknya Provinsi Kepulauan Nias.
Pada kesempatan itu, pihaknya juga mengajak seluruh kepala daerah dan DPRD se Kepuluan Nias serta masyarakat Nias untuk dapat bersama-sama mendukung dan mendorong segera terbentuknya Provinsi Kepulauan Nias.
Selain itu, Walikota Gunungsitoli mengharapkan kepada pengurus BPP Provinsi Kepulauan Nias untuk segera melakukan pembenahan administrasi pembentukan perwakilan BPP disetiap tingkatan, sosialisasi ditengah masyarakat serta hal lain untuk persiapan mewujudkan Provinsi Kepulaun Nias tersebut.
Sedangkan Ketua DPRD Se Kepulaun Nias, Rasali Zalukhu S.Ag dalam sambutanya mengatakan, pihakya sebagai perwakilan rakyat Nias yang kurang lebih 800 jiwa sangat apresiasi pada penyempunaan pengurus BPP provinsi Kepulaun Nias tersebut, Ia juga sebagai Ketua Umum BPP Provinsi sebelumnya sangat mendukung dan akan terus bersama-sama dengan pengurus BPP Provisni Nias mewujudkan Provinsi Kepulaun Nias.
Pdt Beny Gulo mewakili deklator pada kesempatan mengatakan, pihaknya sangat apresiasi dengan pembentukan Forum Kepala Daerah Se Kepulauan Nias, selanjutnya visi Pembentukan Provinsi Kepulaun Nias merupakan visi yang sangat tajam dari masyarakat Nias serta pihaknya akan terus mendorong terwujudkanya provinsi Kepulaun Nias.
Turut Hadir Pada kesempatan itu, Wakil Bupati Nias Selatan, Hukuasa Nduru, Ketua DPRD Nias Selatan, Efendi, Ketua DPRD Kota Gunungsitoli, Sowa’a Laoli, SE, Kajari Gunungsitoli, Edi Sumarno SH, Ketua Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Edison SH. MH, Dandim 0213 Nias, Letkol Ryan Obersyl, Sekda Nias Utara, Mewakili Bupati Nias Barat dan sejumlah tokoh masyarakat dan agama se kepulauan Nias. (kap)
Sumber :
22 Desember 2012
Wacana Pemekaran Sumatera Selatan
Banyak hal menarik di era reformasi dan otonomi yang tidak pernah terbayangkan selama ini. Terjadi sengketa wilayah antar daerah. Kabupaten OKU mulai menyoal tapal batas dengan kabupaten Muara Enim. Belum lagi isu putra daerah yang kian mengental. Soal lain, munculnya wacana pemekaran wilayah yang terkadang menuai masalah. Wacana pemekaran provinsi Sumatera Selatan juga mengemuka. Kita akan membahas berbagai aspek dari wacana pemekaran provinsi yang terkenal dengan tekadnya menjadi lumbung energi nasional ini [...]Ada wacana untuk memekarkan provinsi Sumatera Selatan dengan membentuk provinsi baru.
Memang terdapat beberapa wacana.
Pertama, membentuk Provinsi Sumatera Tengah dengan “anggota” Kabupaten Rejang Lebong, Lahat, Musi Rawas, Empat Lawang, Pagaralam, Lubuk Linggau, Sarolangun.
Kedua, Provinsi Sumatera Tenggara terdiri dari Lahat, Muara Enim, Ogan Ilir, OKU, OKU Selatan, OKU Timur dan Prabumulih.
Ketiga, Provinsi Musi Raya terdiri dari Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas dan Lubuk Linggau.
Ke-empat, Provinsi SUMSEL Barat terdiri dari Musi Rawas, Lubuk Linggau, Lahat, Empat Lawang, Muara Enim, Pagaralam dan Prabumulih.
Memang selama ini ada ketimpangan antara pulau Jawa dengan daerah-daerah diluar pulau Jawa. Tengok saja pulau Jawa memiliki begitu banyak provinsi dan juga kabupaten. Sementara tidak seluruh kabupaten/kota atau provinsi di Jawa memberikan pemasukan yang significant kepada pusat. Sementara beberapa wilayah diluar Jawa justru menyumbang besar untuk pusat, tetapi menerima kembali dana itu dalam jumlah kecil. Sumatera Selatan paling tidak memberikan kontribusi sekitar Rp 40 trilliun kepada pemerintah pusat, namun kurang dari 10% saja dana itu diterima kembali oleh Sumatera Selatan. Salah satu penyebabnya karena kita memiliki jumlah kabupaten/kota atau provinsi yang memang sedikit. Jika semata-mata hal ini yang menjadi alasan, maka wacana pemekaran wilayah itu sangat beralasan. Namun, untuk suksesnya pemekaran suatu wilayah memerlukan pemenuhan syarat sosiologis, yuridis dan politis. Ketiga faktor ini sangat menentukan keberhasilan pemekaran suatu wilayah.
Secara sosiologis bahwa wacana pemekaran wilayah itu merupakan wacana masyarakat, minimal di daerah yang akan dimekarkan itu. Artinya, menjadi sulit apabila wacana pemekaran hanya muncul dari hasrat segelintir orang dengan agenda mereka sendiri. Boleh saja wacana itu muncul dari kalangan terbatas, tetapi ia harus disosialisasikan agar memasyarakat dan dapat diterima secara luas. Dengan cara inilah kemudian wacana pemekaran itu menjadi suatu gerakan massal yang sangat dibutuhkan dalam proses berikutnya. Pemenuhan syarat sosiologis ini juga diartikan ada keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat daerah itu baik yang berdomisili lokal maupun diluar daerah yang berencana memekarkan diri. Keberhasilan pemekaran kabupaten Lintang Empat Lawang juga dikarenakan adanya support yang luas dari tokoh-tokoh masyarakat asal daerah ini dalam berbagai bentuknya.
Secara yuridis (termasuk syarat administrasi) tidak terlalu sulit membentuk kabupaten/kota atau provinsi baru. Memang ada tahapan yuridis dan administratif yang harus dipenuhi. Namunundang-undang menentukan bahwa untuk membentuk kabupaten/kota yang baru hanya membutuhkan paling sedikit lima kecamatan. Sedangkan untuk membentuk provinsi baru memerlukan paling tidak lima kabupaten/kota yang menjadi wilayah pronvinsi baru itu. Tentu saja baik pembentukan kabupaten/kota atau provinsi baru ini memerlukan dukungan baik dari DPRD maupun dari kepala daerah terkait. Persetujuan inilah yang terkadang tidak mudah didapat yang tidak jarang menimbulkan perpecahan.
Syarat ketiga, disamping faktor sosiologis dan yuridis tadi, adalah syarat politis. Terkadang justru syarat politis ini sebagai penentu keberhasilan pemekaran wilayah. Saya mengartikan syarat politis ini adalah adanya persetujuan dari kepala daerah dan dukungan dari DPRD terkait. Umumnya restu dari DPRD tidak sulit. Seringkali, persetujuan kepala daerah justru lebih alot didapat. Persetujuan seorang kepala daerah dalam pemekaran wilayah merupakan syarat mutlak untuk menjalankan proses lanjutannya. Tidak semua kepala daerah setuju dengan pemekaran wilayahnya. Ada beberapa hal yang mungkin menjadi alasan mengapa seorang kepala daerah tidak setuju atas rencana pemekaran wilayahnya.
Persetujuan akan sulit didapat apabila dinilai bahwa pemekaran tersebut sebagai suatu ancaman terhadap kekuasaan sang kepala daerah. Ancaman atas luas wilayahnya, ancaman terhadap porsi kekuasaan. Tambah runyam jika tidak ada komunikasi yang baik antara kelompok pro pemekaran dengan kepala daerah. Ditambah pula ketidak mampuan memberikan alasan yang dapat diterima oleh sang kepala daerah. Sangat mungkin restu akan sulit didapat apabila seorang kepala daerah baru saja menjabat pada periode pertama. Kita boleh mempelajari daerah-daerah yang berhasil mulus memekarkan diri di Sumatera Selatan. Kemudahan pemekaran itu umumnya didapat karena para kepala daerah terkait telah dua periode menjabat atau telah di penghujung jabatan pertama.
Persetujuan dari kepala daerah relatif mudah didapat apabila terpenuhi dua syarat. Pertama, ada komunikasi yang baik antara kelompok pro pemekaran dengan kepala daerah. Komunikasi yang baik itu termasuk kemampuan memposisikan diri sebagai pihak yang memerlukan bantuan kepala daerah. Utus orang-orang senior untuk berhadapan dengan kepala daerah agar muncul perasaan saling menghargai. Para inisiator pemekaran harus mampu meyakinkan kepala daerah bahwa pemekaran akan membawa banyak sisi positif bagi masyarakat. Kenyataannya, tidak setiap pergerakan mampu berkomunikasi secara baik. Terkadang suatu pergerakan dilakukan secara emosional, mengandalkan kekuatan fisik atau massa. Jika gerakan pemekaran wilayah dapat dikomunikasikan dengan baik dengan kepala daerah maka persetujuan itu relatif mudah didapat. Para pengusul pemekaran harus mampu menempatkan diri sebagai orang yang “meminta.” Kita diajarkan bahwa siapapun pada posisi meminta, tangan harus dibawah. Kondisi kedua yang harus dipertimbangkan bahwa persetujuan dari kepala relatif mudah didapat apabila seorang kepala daerah terkait telah menjabat kedua kali atau dipenghujung masa jabatan pertama.
Boleh jadi tidak ada maksud kepada daerah untuk mempolitisir isu pemekaran, namun justru kenyataan ini merupakan realitas politik yang pantas menjadi perhatian pihak yang pro dengan pemekaran. Persetujuan dari kepala daerah penting didapat. Oleh karena itu sungguh positif image yang akan didapat seorang kepala daerah apabila memberikan restu pemekaran wilayahnya. Dalam PILKADA image positif terhadap seorang kandidat merupakan modal awal yang sangat penting.
Realitas politik ini mestinya menjadi perhatian kelompok yang akan memekarkan wilayah. Realitas politik dimasing-masing wilayah harus digunakan untuk mengatur strategi dalam “menghadapi” kepala daerah guna memperoleh persetujuannya. Sangat mungkin perjuangan mendapatkan persetujuan akan sangat alot terhadap kepala daerah yang belum dua periode menjabat. Jika tidak dilakukan secara hati-hati dan cermat, bukan tidak mungkin persetujuan kepala daerah itu baru didapat setelah terjadi pertentangan bahkan konfrontasi terbuka. Saya yakin tidak soal apakah kepala daerah baru satu atau telah dua periode menjabat, apabila pihak pro pemekaran mampu berkomunikasi dengan baik dengan kepala daerah maka restu itu akan secara mudah didapat.
Memang tidak semua pihak pro dengan wacana pemekaran provinsi Sumatera Selatan. Gubernur Syahrial Oesman memberikan sinyal setuju apabila pemekaran Provinsi Sumatera Selatan tidak melibatkan provinsi lain. Salah satu alasan mungkin proses akan lebih rumit apabila menyangkut provinsi diluar provinsi Sumatera Selatan. Padahal, pemekaran tanpa melibatkan wilayah provinsi lain saja bukan perkara gampang, apalagi melibatkan kabupaten/kota yang masuk provinsi lain.
Paling tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan sebelum memutuskan akan memekarkan provinsi Sumatera Selatan. Pertama, harus ada kajian mendalam dari berbagai aspek pemekaran wilayah. Apa benar pemekaran wilayah akan mampu memenuhi tujuan objektifnya. Bahwa pemekaran wilayah bertujuan: peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan keamanan dan ketertiban, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pengelolaan potensi daerah, dan percepatan pembangunan ekonomi daerah.
Kedua, para kepala daerah dan DPRD sepantasnya mencari tahu apa alasan sesungguhnya kehendak untuk memekarkan wilayah. Mungkin ide pemekaran semata-mata untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat agar kehidupan mereka lebih baik. Ide ini dicampur dengan perasaan dikesampingkan oleh pemerintah induk. Tengok saja muncul ide pembentukan provinsi Musi Raya dikarenakan “orang-orang Musi” merasa masih sangat tertinggal karena pemerintahan SUMSEL yang didominasi oleh orang-orang “non-Musi.” Bagaimana mungkin orang-orang Musi duduk dipemerintahan kalau kesempatan itu jarang didapat. Apalagi pola rekrutmen pegawai yang sudah sangat lama dipercaya dengan cara tidak objektif.
Ketiga, pemekaran wilayah hanyalah persoalan administrasi yang tidak boleh melahirkan perpecahan. Jikapun ada pemekaran wilayah, itu hanya soal administrasi pengelolaan. Artinya, tidak boleh menimbulkan perpecahan etnis. Jikapun terbentuk Musi Rawas utara, hanya soal administrasi yang memisahkan wilayah itu dengan Musi Rawas. Hal yang sama terjadi antara Empat Lawang dengan Lahat.
Idealnya pemekaran wilayah memang harus lebih longgar di era otonomi daerah, terutama wilayah-wilayah diluar pulau Jawa. Kita melihat banyak manfaat dari adanya pemekaran wilayah. Inderalaya belum akan “seperti sekarang ini” kalau saja tidak eksis kabupaten Ogan Ilir. Saya yakin Tebing Tinggi akan pula berubah setelah adanya Empat Lawang. Tapi memang harus ada komunikasi yang baik antara para inisiator pembentukan dengan pejabat politik wilayah induk. Fahami benar faktor politis dan psikologis dibalik itu. Pembentukan provinsi lebih rumit ketimbang pembentukan kabupaten dikarenakan cakupannya yang luas. Sinyal persetujuan Gubernur Syahrial Oesman yang segera mengakhiri masa jabatannya pada periode pertama ini soal SUMSEL Barat mestinya ditangkap sebagai amunisi yang harus dimanfaatkan.
Sumber :
Amzulian Rifai
http://amzulian.fh.unsri.ac.id/index.php/posting/38
4 Maret 2010
Perlu Dibentuk Provinsi Natuna Anambas
Untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka perhatian pemerintah pusat terhadap kawasan perbatasan perlu lebih ditingkatkan lagi. Kawasan perbatasan adalah garis depan interaksi bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya, untuk itu baik dalam aspek pertahanan, keamanan, sosial, budaya, hukum, politik, ideologi, maupun ekonomi perlu dikembangkan lebih lanjut. Jangan sampai masyarakat di kawasan perbatasan lebih berorientasi ke tetangga sebelah.
Wilayah utara Indonesia baik di darat maupun laut berbatasan langsung dengan Negara tetangga, antara lain Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, China dan Filipina. Untuk itu perlu dibentuk empat provinsi baru di kawasan tersebut, meliputi Provinsi Natuna Anambas (pemekaran dari Provinsi Kepulauan Riau), Kapuas Raya (pemekaran dari Kalimantan Barat), Kalimantan Utara (pemekaran Kalimantan Timur), dan Sangihe Talaud (pemekaran Sulawesi Utara).
Provinsi Natuna Anambas (PNA) sebelumnya meliputi wilayah Kabupaten Natuna dan Anambas, yang merupakan bagian dari Propinsi Kepulauan Riau (PKR). PKR meliputi 252.601 km², di mana 95 persen merupakan lautan dan 5 persen daratan. Bagaimanapun sebagai sebuah provinsi maritim PKR terlalu luas, oleh sebab itu perlu pemekaran dengan membentuk PNA. Dengan terbentuknya PNA maka rentang kendali pemerintahan bisa lebih diperpendek, pelayanan terhadap masyarakat bisa lebih baik, dan tentu saja eksistensi kawasan perbatasan bisa lebih terjaga.
Jika terbentuk, PNA memiliki luas daratan sekitar 4.010 km2 yang merupakan gabungan dari Kepulauan Natuna yang terdiri dari Pulau-pulau Bunguran, Serasan, Subi, Midai, Pulau Tiga, Pulau Laut; Kepulauan Anambas yang meliputi Pulau-pulau Jemaja, Siantan, Palmatak; serta puluhan pulau lainnya.
Untuk memenuhi ketentuan bahwa setiap provinsi harus meliputi minimal 5 kabupaten dan atau kota, maka perlu dibentuk Kota Ranai (merangkap ibukota PNA, terletak di Pulau Natuna Besar), Kabupaten Anambas Barat (meliputi Pulau-pulau Jemaja, Raibu dan sekitarnya), Kabupaten Natuna Utara (meliputi Pulau – pulau Natuna Utara, Tokong Piramida, Timau, Midai dan sekitarnya), dan Kabupaten Natuna Selatan (meliputi Pulau-pulau Subi, Panjang, Serasan dan sekitarnya). Sedangkan Kabupaten Anambas (setelah pemekaran), meliputi Pulau-pulau Mubur, Tarempa, dan sekitarnya). Penduduk PNA mencapai sekitar 140.000 jiwa.
PNA akan menjadi provinsi paling utara, terletak di Laut Natuna. PNA berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja di sebelah utara; berbatasan dengan PKR di sebelah selatan; berbatasan dengan Singapura, Malaysia di sebelah barat; serta berbatasan dengan dengan Serawak (Malaysia) dan Kalimantan Barat di sebelah timur.
Posisi PNA sangat strategis, terletak pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea Selatan, China, Makao dan Taiwan. Selain itu PNA merupakan penghasil minyak dan gas, dengan cadangan minyak bumi hampir 15 juta barel dan gas bumi melebihi 100 juta barel.
Tentu saja pembentukan daerah otonomi baru perlu mengacu pada aspirasi tokoh dan masyarakat setempat, selain itu harus mendapat persetujuan dan dukungan pemerintah daerah induk. Namun pembentukan PNA adalah untuk kepentingan nasional, sebagai langkah preventif dari terjadinya disintegrasi wilayah. Dengan pejabat setingkat gubernur di PNA, maka kordinasi dengan Jakarta bisa lebih mudah. Di Kota Ranai yang akan menjadi ibukota provinsi akan berdiri kantor-kantor pemerintahan yang menjadi simbol Pemerintah NKRI. Selain itu Kota Ranai akan berkembang pesat menjadi kota pemerintahan, bisnis dan industri yang diharapkan mampu menyaingi Batam, bahkan Singapura. (Atep Afia).
Sumber :
Atep Afia
http://regional.kompasiana.com/2011/04/15/perlu-dibentuk-provinsi-natuna-anambas/
15 April 2011
Provinsi Natuna untuk Kepentingan NKRI
" Perlu diketahui, pemekeran ini bukan kepentingan Natuna tetapi sekupnya untuk kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena letak geografis Natuna yang berada di daerah terluar Indonesia. Laut Natuna adalah daerah yang paling rawan, sehingga Natuna harus dinaikan statusnya menjadi provinsi. Saya tidak mau kasus Sempadan dan Ligitan kembali terjadi," ujar Welmi yang ditemui, Selasa (11/10).
Welmi menyebutkan, pemerintah pusat tidak perlu membolak balikan Kabupaten Natuna dan akan digabungkan dengan provinsi yang lebih dekat rentang kendalinya. Yang mesti dilakukan pusat itu bagaimana supaya Natuna bisa menjadi sebuah provinsi tersendiri.
Menurut dia, dengan dimekarkannya Natuna menjadi provinsi, maka status keamanan di wilayah Natuna bisa semakin kuat, seperti Kodim menjadi Korem, Lanal menjadi Lantamal. Dengan demikian pertahanan di wilayah pulau perbatasan ini akan semakin kuat.
Kata Welmi, ada tiga pulau di Natuna yang termasuk pulau perbatasan sekaligus pulau terluar, seperti Pulau Senoa, Pulau Sekatung dan Pulau Subi. Tiga pulau ini kini menjadi incaran negara luar, dan perlu mendapat perhatian dari pusat, dan jangan sampai kasus lama terulang kembali.
" Ada dua pendekatan yang harus dilakukan untuk pembangunan Pulau Terluar, pertama keamanan, kedua pendekatan kesejahteraan. Pendekatan keamanan seperti menaikan status keamanan dari Kodim menjadi Korem, dari Lanal menjadi Lantamal. Kemudian, pendekatan kesejahteraan seperti rentang kendali, dengan demikian kabupaten dan provinsinya satu kawasan kepulauan, sehingga arah pembangunan bisa terfokuskan," tuturnya.
Saat ditanya mengenai keberadaan Kabupaten Natuna di Provinsi Kepri, Welmi mengatakan, bahwa Natuna dimata provinsi seperti anak tiri padahal Natuna merupakan jantungnya Provinsi Kepri.
"Saya mendengar beberapa statmen dari pejabat provinsi, Natuna adalah jantunganya provinsi, hal itu karena Natuna merupakan penyumbang migas dan devisa terbesar ke Provinsi Kepri, namun realisasi pembangunan yang harus provinsi berikan kepada Natuna sejauh ini hanya sekian persen saja, dan itu terbukti dengan pelaksanaan proyek pembangunan yang harus didanai provinsi tidak kunjung di realisasikan, seperti pembangunan jalan protokol" papar Welmi.
Welmi berharap, Natuna lebih diperhatikan sebagai wilayah yang berada di perbatasan sekaligus memiliki Sumber daya alam yang melimpah. " Saya ingin pengamanan SDA terfokus, karena negara luar saat ini sedang mengincar daerah yang memiliki SDA" pungkasnya.(leh)
Sumber :
http://www.haluankepri.com/news/natuna/18883-welmi--provinsi-natuna-untuk-kepentingan-nkri.html
12 Oktober 2011
Gagasan Pembentukan Provinsi Teluk Cendrawasih
Papua - Biak Numfor (Kalimantan-News) - Bupati Kabupaten Biak Numfor,Papua, Yusuf Melianus Maryne, menggagas pembentukan Provinsi Teluk Cenderawasih sebagai solusi dalam mengatasi percepatan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat di wilayah itu.
Bupati Kabupaten Biak Numfor,Papua, Yusuf Melianus Maryne, menggagas pembentukan Provinsi Teluk Cenderawasih sebagai solusi dalam mengatasi percepatan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat di wilayah itu.
"Masyarakat Sorong sekitarnya telah mengaspirasikan berdirinya provinsi Papua Barat Daya dan Papua Selatan di Merauke, maka Kabupaten Biak Numfor diwacanakan segera membentuk Provinsi Teluk Cenderawasih," kata Bupati Biak Yusuf Melianus Maryen saat dihubungi di Biak, Jumat.
Dia mengakui, daerah yang diperkirakan masuk bagian Provinsi Teluk Cenderawasih, diantaranya Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen, Waropen serta calon kabupaten pemekaran Numfor.
Wacana pendirian Provinsi Teluk Cenderawasih, lanjut Bupati Biak, harus mendapat respon positif masyarakat karena dengan pemekaran rakyat dapat mengejar ketertinggalan dalam bidang pembangunan,pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat.
"Ya aspirasi pemekaran provinsi Teluk Cenderawasih sedang digulirkan. Kabupaten Biak Numfor sebagai kabupaten pengagas siap mendukung pendirian daerah provinsi otonom baru dimaksud," kata Bupati Yusuf Maryen.
Menyinggung fasilitas Kabupaten Biak sebagai calon ibu kota provinsi, menurut Bupati Maryen, kabupaten itu siap karena mempunyai prasarana pendukung,seperti bandara internasional Frans Kaisiepo, serta fasilitas gedung pemerintahan yang memadai.
Hal lain menunjang Biak sebagai pusat ibukota provinsi Teluk Cenedrawasih, menurut Bupati Maryen, karena letaknya sangat strategis serta kondisi kamtibmas Biak yang aman dan kondusif diharapkan menjadi modal untuk mewujudkan impian dimaksud.
"Gagasan pembentukan provinsi Teluk Cenderawasih meski terbatas wacana harus mendapat dukungan warga sehingga beberapa tahun ke depan segera terwujud," kata Bupati Maryen.(Eka/Ant).
Sumber :
http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=6512
13 Mei 2011
Maluku Tenggara Raya Belum Bisa Jadi Provinsi
MALUKUnews, Ambon: Keinginan sejumlah kalangan agar Maluku Tenggara Raya (Tual, Malra, Aru, MTB, dan MBD) memisahkan diri dari Provinsi Maluku menjadi provinsi sendiri, ditanggapi dingin Wali Kota Tual, Drs M.M Tamher. Menurut dia, sejumlah kabupaten/kota di wilayah itu belum siap memisahkan diri dari Maluku.
’’Sebagai kepala daerah kita tidak mudah membangun. Daerah yang kita pimpin kan daerah baru. Tentu kita sementara membangun infrastruktur, pelayanan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Kita siap dulu,’’paparnya. Usulan suatu wilayah untuk menjadi daerah pemekaran baru, tentu mendapat persetujuan dari kepala daerah dan DPRD kabupaten/kota yang ada.’’Ini tentu tidak mudah. Butuh dukungan semua pihak. Kita mesti butuh waktu,’’ingatnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri sementara menyusun moratorium pemekaran.’’Jadi kita belum tahu di Maluku idealnya berapa kabupaten/kota dan provinsi. Mestinya kita tunggu penetapan moratorium dan revisi UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,’’jelasnya. Tamher menilai, selama ini keinginan sejumlah kalangan mengusulkan satu daerah dimekarkan, terselubung niat politik ketimbang mementingkan kepentingan masyarakat secara luas.’’Keinginan ini hanya kepentingan politik dan bukan aspirasi murni dari masyarakat,’’kata Tamher. (AE)
Sumber :
http://www.malukunews.com/?p=4923
3 November 2010
Tuesday, January 10, 2012
Potensikah Jawa Timur Dimekarkan ?
Oleh : Dwi Lando
Jumlah penduduk Jawa Timur berdasar sensus penduduk tahun 2010 mencapai 37.476.011 jiwa, angka tersebut merupakan angka terbesar diantara provinsi lain di Indonesdia. Kepadatan penduduk serta luasan wilayah yang cukup, sangat memungkinkan dilakukan pemekaran wilayah. Semua ini semata-mata untuk memberikan ruang yang sehat bagi masyarakat jawa Timur dalam membangun.
Perencanaan pemekaran wilayah sudah saatnya untuk dibahas secara detail, hal ini berkaitan dengan rencana Jawa Timur dalam pembuatan raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Dalam draft RTRW, tidak terdapat satupun klausul yang berisi pemekaran Jatim menjadi tiga Provinsi. Apalagi (wacana) yang dilengkapi dengan pemetaan wilayah blok Madura, blok Surabaya ke barat serta blok Surabaya ke timur. Suatu pemetaan yang tidak populer. Hal itu bisa dimaklumi, karena cetusan pemetaan blok belum berdasarkan penelitian seksama.
Pemekaran Provinsi Jawa Timur sebenarnya telah berusia dua dekade. Bahkan khusus untuk wilayah Madura telah terwacana sejak awal kemerdekaan RI. Selanjutnya pada tahun 2004 muncul wacana lebih "gila." Yakni, memekarkan Jawa Timur menjadi sepuluh, seperti pengertian daerah pemilihan (Dapil) pada pemilu 2004. Wacana itu agaknya, paralel dengan kegilaan para politisi di masing-masing Dapil.
Sahat Tua Simanjuntak mengatakan Gol dari mimpi "gila" itu tak lain, melayani syahwat orang-orang yang haus kekuasaan (dan selanjutnya dapat menjadi pundi-pundi menumpuk kekayaan dengan jalan kolusi korupsi dan nepotisme, KKN). Untungnya, syahwat kekuasaan tersebut harus berhadapan dengan berbagai pagar regulasi. Terutama undang-undang otonomi daerah (UU nomor 32 tahun 2004) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2005.
Salah satu pasal pagar kuat dalam UU 32 tahun 2004 adalah, pasal 5 ayat (2). Di dalamnya disebutkan syarat persetujuan DPRD dan Gubernur provinsi (penyelenggara pemerintahan) yang akan dimekarkan. Pemerintahan mana yang begitu saja melepas aset kekayaannya? Sebab dengan menciutnya wilayah, akan berkorelasi dengan menyusutnya asset, berkurangnya (drastis) pendapatan asli daerah (PAD). Katanya
Beberapa kali pemekaran Provinsi Jatim telah diwacanakan. Yang paling populer, diantaranya beriringan dengan konsep Surabaya metropolitan. Ibukota Jawa Timur ini telah lama dikipas-kipas untuk menjadi Provinsi sendiri. Bukan tanpa alasan. Bahkan TNI dan Polri, telah lama memiliki tiga distrik (Kodim Utara, Timur dan Selatan) serta tiga resort (Polres Utara, Timur dan Selatan. Untuk menjadi Provinsi, tinggal membentuk dua wilayah lagi (barat dan tengah).
Reasoning wacana Jawa Timur mekar menjadi beberapa Provinsi, akhir-akhir ini disebabkan disparitas wilayah barat-timur serta utara-selatan. Namun pemekaran dengan peta Surabaya ke barat dan yang ke timur, tidak menyelesaikan problem disparitas. Tetap saja, terdapat beda kemakmuran antara Jember dengan Situbondo. Begitu pula tetap saja terjadi kesenjangan antara Mojokerto dengan Pacitan.
Sahat menambahkan niat pemekaran, seyogianya tidak didasarkan pada disparitas yang menggambarkan (dan dapat menyulut) kecemburuan. Melainkan pada kesamaan aspek sosial-budaya. Sedangkan problem kemakmuran diurus secara sunggu-sungguh. Katanya.
Sumber :
http://dprd.jatimprov.go.id/index.php?NEWZ=189
02 Februari 2011
Sumber Gambar :
Daftar Kabupaten dan Kota di Jawa Timur
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Jawa_Timur
Sunday, January 8, 2012
Prospek Pemekaran Lampung
Oleh : Dadang Ishak Iskandar (Dosen STIE Ratula Kotabumi)
Indonesia meluncurkan kebijakan desentralisasi yang sangat progresif pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004.
Undang-Undang ini telah membawa dampak secara sistemik pada tata, proses, dan manajemen pemerintahan. Otonomi secara luas diberikan ke kabupaten dan kota, sementara Pemerintah Pusat hanya memiliki kewenangan eksklusif dalam bidang moneter, fiskal, luar negeri,
dan pertahanan.
Indonesia telah memiliki kebijakan penataan daerah. Namun, terdapat sejumlah kelemahan sebagai berikut.
Secara epistomologis, desain kebijakan sangat kental dengan pola pikir yang inward looking, sehingga konsep penataan daerah semata-mata ditekankan pada pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonomi baru (DOB). Demikian juga dengan parameter-parameter yang ditetapkan sebagai syarat pembentukan daerah, baik persyaratan administratif, teknis, maupun kewilayahan.
Masih bersifat parsial, di mana kepentingan daerah per daerah menjadi acuan utama. Ini tampak dari diterapkannya pendekatan bottom up planning dalam tata cara pembentukan daerah (Pasal 14 s/d Pasal 21 PP No.78 Tahun 2007).
Untuk mengoreksi berbagai kelemahan itu, sangat diperlukan sebuah desain penataan yang lebih komprehensif, integratif, dan berwawasan global. Sebuah desain yang mempertimbangkan seluruh sektor dalam pembangunan, kepentingan nasional, serta berbagai peluang dan tantangan dalam era globalisasi. Sehingga, hasilnya sebuah daerah bukan hanya berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, melainkan juga mengangkat harkat dan martabat bangsa dan berorientasi internasional.
Pemekaran daerah/wilayah di Provinsi Lampung telah terjadi beberapa kali, khususnya pembentukan DOB kabupaten/kota. Pertama adalah Lampung Barat (1991), Tulangbawang (1997), dan Way Kanan (1999) yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara. Lalu Tanggamus (1997) pemecahan dari Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro dan Lampung Timur (1999) pemekaran dari Lampung Tengah. Bahkan, daerah pemekaran pun telah melahirkan DOB, yaitu Tulangbawang Barat dan Mesuji (2007) pemecahan dari Tulangbawang, Pringsewu (2007) dari Tanggamus, dan Pesawaran (2007) dari Lampung Selatan. Sehingga, di Provinsi Lampung kini terdapat 14 kabupaten/kota.
Dengan telah terbentuknya beberapa DOB, tahun 2006 ketika seminar daerah dalam rangka HUT Lampung Utara ke-60 mencuat tentang pemekaran Provinsi Lampung dengan menyatukan kembali daerah eks Kabupaten Lampung Utara yaitu Lampung Barat, Way Kanan, dan Tulangbawang. Memang sebelum pemekaran Kabupaten Lampung Utara adalah daerah otonom terluas di Provinsi Lampung yaitu sekitar 58% dari seluruh luas Provinsi Lampung.
Saat itu komparasinya adalah terhadap provinsi-provinsi baru seperti Gorontalo, Bangka Belitung (Babel), Banten, Kepri, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara, pendekatan demografi dan geografi.
Provinsi/ Luas (km2)/ Penduduk
Bangka Belitung/ 16.424/ 900.197
Banten/ 9.160/ 8.098.780
Gorontalo/ 12.215/ 835.844
Maluku Utara/ 30.895/ 785.859
Kepulauan Riau/ 8.084/ 1.156.132
Sulawesi Barat/ 16.787/ 1.050.987
Eks Lampung Utara/ 18.918/ 2.040.461
Dilihat dari dua aspek di atas, tampak bahwa baik luas wilayah maupun jumlah penduduk eks Lampung Utara lebih memenuhi syarat dibandingkan enam (enam) provinsi yang telah terbentuk itu. Terlebih dari syarat cakupan wilayah sebagaimana diatur PP No. 78 Tahun 2007 (pengganti PP No. 129 Tahun 2000) khususnya Pasal 8, bahwa pembentukan provinsi paling sedikt 5 kabupaten/kota, kini dalam wilayah eks Lampung Utara sudah ada 6 (enam) daerah otonom—Lampung Utara, Lampung Barat, Way Kanan, Tulangbawang, Mesuji, dan Tulangbawang Barat.
Memang untuk membentuk provinsi baru sekarang ini sangat tidak mudah selain peraturannya sudah berubah—PP No.78 Tahun 2007—terlebih dengan telah adanya konsep Desartada, di mana hanya ada 11 provinsi yang direkomendasikan dapat dimekarkan, sementara Provinsi Lampung tidak masuk dalam rekomendasi itu.
Lalu apakah sudah tertutup kesempatan itu? Secara demografi maupun geografi mungkin bisa memenuhi syarat, dilihat dari indeks kelayakan fiskal (IKF) yang harus mencapai lebih dari 0,5 Provinsi Lampung sepertinya juga bisa mencapainya. Data series 3 tahun terakhir menunjukkan IKF Lampung ada tren penaikkan 0,57 (2009), 0,55 (2010) dan 0,62* (2011 angka sementara).
Tinggal sekarang kemauan politik di tingkat pemerintah provinsi apakah berkehendak Provinsi Lampung ini dimekarkan. Demikian juga dengan kabupaten atau daerah pemekaran eks Lampung Utara apakah juga mau “seiya sekata” dari tingkat desa/kampung hingga kabupaten (bupati dan DPRD) dalam wilayah itu untuk memperjuangkan pembentukan provinsi baru. Sebab, pendekatan ke depan pembentukan DOB terlebih provinsi tidak lagi mengandalkan pada aspek sejarah, namun pada aliansi dan kerja sama strategis antardaerah yang akan bergabung dalam aspek ekonomi, pertumbuhan wilayah lokal, dan regional serta berdaya saing global.
Apakah penggabungan—dalam bentuk provinsi baru—dapat lebih mempercepat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah, kesejahteraan, dan dapat menghadapi persaingan regional (global) atau tidak?
Jadi jangan sampai rencana pembentukan DOB itu lebih didasari oleh hanya kemauan segelintir elite daerah, terlebih bila merasa “kalah” dalam pilkada—misalnya—kemudian mensponsori pemekaran wilayah seperti banyak terjadi di Tanah Air ini. Sehingga berakibat 80% daerah pemekaran gagal dalam mengemban amanah yang menjadi cita-cita ideal pemekaran wilayah itu sendiri.
Sumber :
http://www.lampungpost.com/opini/20065-prospek-pemekaran-lampung.html
29 Desember 2011
Sumber Gambar:
http://www.pt-gcs.co.id/lampung%20english.htm