Monday, April 20, 2009

Pembentukan Kabupaten Garut Selatan


Pemekaran Kabupaten Garut Disetujui

GARUT,SINDO--DPRD Kab Garut akhirnya menyetujui tuntutan warga terkait pemekaran wilayah Garut bagian selatan, kemarin.

Selanjutnya, para anggota Dewan membentuk pansus (panitia khusus) pembentukan Kab Garut Selatan yang meliputi 16 kecamatan. Pansus dipersiapkan untuk segera membuat studi kelayakan.Selanjutnya hasil studi menjadi rekomendasi untuk pihak Pemkab Garut dan Pemprov Jawa Barat. Persetujuan itu terungkap dalam audiensi antara Paguyuban Masyarakat Garut Selatan (PMGS) dengan unsur pimpinan DPRD Garut yang terdiri atas Ketua DPRD Dedi Suryadi, Wakil Ketua DPRD Dikdik Darmika, serta beberapa anggota DPRD yang lain. Pertemuan itu juga dihadiri oleh pihak Pemkab, antara lain Asisten Daerah (Asda) I Kuswanda dan Kepala Bagian Hukum Setda Garut Asep Sulaeman.

”Kami menerima aspirasi para tokoh warga Garut bagian selatan untuk melakukan pemekaran wilayah. Insya Allah kami akan segera membentuk pansus yang akan bekerja melakukan kajian dan melakukan langkah- langkah koordinasi dalam pemekaran wilayah ini,” ungkap Ketua DPRD Garut Dedi Suryadi,kemarin. Untuk mendukung pemekaran wilayah tersebut, Dedi menyatakan butuh anggaran APBN maupun dari APBD yang akan dialokasikan pada ABT 2007 sesuai kebutuhan.”Target pemekaran ini mudah-mudahan saja bisa terealisasi selambat- lambatnya 2009 mendatang.

Langkah-langkah yang akan kami lakukan cukup banyak dan yang pasti akan diarahkan sesuai aspirasi dan keinginan warga wilayah yang akan dimekarkan,” tandasnya. Sebelumnya, Ketua PMGS Gunawan Undang menyatakan desakan pemekaran wilayah ini merupakan aspirasi dari semua warga Garut Selatan yang terdiri atas 16 kecamatan.Bahkan,kini telah terbentuk Komite Persiapan Pembentukan Kab Garut Selatan (KP2-KGS) yang merupakan kepanjangan tangan seluruh warga.

”Pembentukan daerah otonom baru ini sudah dirasakan sebagai kebutuhan untuk mewujudkan upaya dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan masyarakat untuk lebih mempercepat terwujudnya pemerataan kesejahteraan masyarakat,” papar Undang. Rencana strategis yang telah digulirkan PMGS, kata Undang, mencakup rencana pembentukan daerah otonom baru yang merupakan langkah antisipasi dan strategi untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional di tingkat daerah.

Ketua KP2-KGS Dedi Kurniawan menambahkan, pemekaran wilayah juga dimaksudkan sebagai upaya mempersingkat span of control (rentang kendali) sehingga tercapainya pemerintahan pada tingkat kecamatan dan desa yang mudah memberikan akses pelayanan pada masyarakat.” Bahkan,bisa jadi akan terjadi efektivitas penggalian dan pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang terkandung di daerah untuk kesejahteraan masyarakat setempat,”jelasnya. Dia juga yakin, pemekaran wilayah itu akan mempercepat penyebaran dan pemerataan hasil-hasil pembangunan sehingga mudah menjadi perangsang peningkatan partisipasi masyarakat dan produktivitas untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang merata.

Alasan lainnya berupa disparitas pembangunan dan isu kemiskinan di daerah Garut bagian selatan dengan daerah lain di Kab Garut. Sebagai langkah menuju pemekaran wilayah, sejumlah pihak terkait tengah intensif melakukan upaya konsolidasi di tingkat lokal hingga tingkat pusat. Tak hanya itu, kondisi geografis dan luasnya wilayah Kab Garut secara keseluruhan, kata dia, menjadi faktor kuat juga. Sebagai contoh, jarak dari pusat kota menuju salah satu kecamatan di wilayah selatan Garut rata-rata mencapai 120 kilometer. Padahal,jarak rata-rata idealnya adalah 35–50 km. ”Di kabupaten dan kota lain, terutama di wilayah Jawa Tengah,umumnya seperti ini.”

Sumber:
Sindo dalam :
www.adkasi.org/id.php/main/massmedia/133 - 43k -
20 April 2009
-----------------------------------------------------------------------------------

Pemekaran Dan korupsi

Setelah pada bulan desember Penulis mengeluarkan pernyataan sikap menolak pemekaran Garut Selatan ( Garsela) dan hal itu mendapat ekspos di media. pihak yang pro garsela melakukan langkah-langkah yang refprsefif . Namun penulis tetap menganalisa jika Pemekaran itu bukan tujuan, pasalnyaTujuan di lahirkannya Undang-Undang Otonomi Daerah ( UU Otda ) no 32 tahun 2004, salah satunya untuk meminimalisir disparitas pembangunan suatu daerah. Dimana pada masa orde baru, pembangunan di nilai terpusat di Jakarta ( Jawa ) sedangkan daerah-daerah yang banyak menyumbang pendapatan negara disinyalir tidak mendapatkan manisnya pembangunan.Atas dasar disparitas itulah potensi dis-integrasi bangsa menguat pada masa itu. UU otda No 32 tahun 2004, menjadi salah satu solusi meredam gejolak tersebut, yang didalamnya secara tidak langsung memberikan sedikit ke leluasaan kepada daerah untuk mengatur keuangan dan melakukan kebijakan pembangunan secara otonom sesuai dengan kemampuan keuangan suatu daerah itu sendiri.

Namun sejak bergulirnya Otda, kesejahteraan seolah-olah jauh panggang dari api, kemiskinan tetap bertambah, fasilitas pendidikan masih terbengkalai dan pendapatan masyarakat perkapita belum beranjak akibat bertambahnya jumlah pengangguran. Sebaliknya, jumlah kasus korupsi di berbagai tingkatan daerah yang dilakukan eksekutif dan legislatif semakin marak, contohnya yang di lakukan Bupati kabupaten Garut Jawa Barat dan di kabupaten Kutai Kartanegara, dan tidak menutup kemungkinan daerah-daerah lainnya berpotensi melakukan perbuatan tercela itu, disinyalir perbuatan korupsi di suatu daerah cenderung di lakukan secara berjamaah bahkan, UU Otda sering dijadikan tameng untuk melegalisasi perbuatan korupsi mereka. Bila hal itu kelak semakin terbukti, kita mesti mewaspadai, bila UU Otda selama ini telah melahirkan raja-raja lokal yang lebih dekat jarak penindasannya kepada masyarakat.

Akhir-akhir ini, UU otda pun di tuding nemjadi biang stagnasinya pembangunan di daerah hasil pemekaran. Para elite politik yang sudah tidak bertaji di level nasional, banyak menyiasati UU Otda yang mengatur tentang penghapusan dan penggabungan suatu daerah dengan cara membelah wilayah dengan alasan disparitas pembangunan dan hal itu dijadikan alat propaganda kepada masyarakat untuk medorong pemekaran wilayah. Padahal, Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia ( LIPPI ) di dukung Mendagri, stagnasi pembangunan justru terjadi di daerah hasil pemekaran.Dikatakan Mendagri, motivasi pemekaran cenderung di tunggangi kepentingan politik sejumlah elit dan pengusaha, selain itu pemerintah daerah otonom baru masih mengandalkan dana DAU dan DAK yang secara tidak langsung menambah beban baru pemerintah pusat.

Lahan Korupsi Baru
Pemekaran Wilayah selain menambah beban baru pemerintah pusat, dikahwatirkan menjadi ladang korupsi baru bagi pemerintahan baru. Ketidak jelasan konsep pembanguan di warnai dengan bagi-bagi kue kekuasaan dan kue pembanguan yang jauh dari harapan masyarakat saat ini banyak terjadi di daerah -daerah hasil pemekaran. Tak heran, jika Wapres Yusuf Kalla mengehndaki pemekaran wilayah untuk sementara ini di moratorium ( di hentikan ). Ironisnya, belum lama ini tersiar kabar di media massa, DPRD Kabupaten Garut Jawa Barat telah membentuk pansus pemekaran Garut Selatan, meskipun sebagian warga Garut Selatan itu sendiri yaitu Kecamatan Cisewu, Caringin dan Talegong secara tegas menolak pemekaran Garsela bahkan, bila dipaksa melakukan pilihan mereka cenderung ingin bergabung dengan Kabupaten Bandung.

Penolakan masyarakat di ujung Garut Selatan itu cukup berdasar, pasalnya secara kasat mata luas wilayah Garut Selatan yang selama ini menjadi salah satu alasan untuk mekar kenyataannya masih di kuasai oleh pihak perhutani dan perkebunan ditambah dengan luasnya jumlah hutan konservasi yang harus di jaga kelestariannya. Masyarakat memnadang dan merasakan langsung, mereka hingga kini sulit mendapatkan akses tanah garapan. Pertambangan yang akan di andalkan untuk menjadi PAD Garut Selatan apabila mekar, hingga saat ini belum terbukti sebaliknya tambang bijih besi yang baru di eksplorasi mendapat penolakan dari warga Garut Selatan itu sendiri.Intinya, trujuan pemekaran wilayah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang utopis dan tidak populis di mata masyarakat.

Hingga kini, pihak yang pro dan kontra pemekaran masih tetap dalam pendiriannya. Pihak pro pemekaran sangat yakin, jika kabupaten Garut Selatan berdiri maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Sebaliknya, pihak yang kontra menilai, pemekaran wilayah tidak ilmiah dan emosional karena hingga kini pihal pro pemekaran belum bisa menjelaskan konsep pembangunan secara komfherensif.

Menyikapi hal itu, bila semua pihak memilki tujuan bersama yaitu untuk memajukan kesejahteraan masyarakat mengapa para elite politik tidak menangani masalah pokok yang menghambat laju kesejahteraan. Berdasarkan analisa Garut Governance Watch, salah satu lembaga yang memilki jaringan kuat dengan ICW menyatakan, kemiskinan tidak tertanggulagi dan kesejahteraan sulit di capai akibat ketidak tepatan program pembangunan dan para pelaksana pembangunan itu sendiri cenderung melakukan korupsi.Menurutnya, pemekaran hanyalah salah satu solusi untuk meminimalisir disparitas pembangunan suatu daerah, namun pemekaran juga bukan harga mati untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Yang perlu menjadi prioritas, harusnya berbagai pihak mencari cara agar korupsi dapat di berantas dan APBD berpihak kepada rakyat. Bila korupsi dapat di berantas dan program pemerintah tepat sasaran, semua pihak sangat yakin bila kesejahteraan itu dapat tercapai tanpa harus melakukan pemekaran.

Sumber :
http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/02/myposting_10123.html
1 Februari 2008

Sumber Gambar :
http://www.garutkab.go.id/pariwisata/wisata/files/Pantai%20Karang%20Paranje_3

No comments:

Post a Comment